Sang Penjaga (The Keeper-2)

Bertualang Wisata Di Dunia Sastra Banghar Di Bawah Bendera Revolusi Indonesia

 

 

 

 

Chapster II (dua)

 

 

 

 

By : Banghar

Jakarta, Black September 14th

 

Adalah Kepala IcB Pusat. Jendral Icb. Mannaf Trighanna Thallib. Setelah melihat kondisi yang semakin runyam di lapangan. Karena telah hilangnya kepercayaan rakyat atas kesanggupan Pemerintah mengelola negara dengan baik. Yang semakin di perparah dengan hancurnya nilai tukar rupiah terhadap uang dolar. Matinya industri lokal karena keberpihakan Negara pada modal-modal besar yang memberi suap. Tingginya cadangan devisa semu yang menyebabkan bencana sosial. Karena kekayaan negara hanya mengandalkan Tambang minyak dan Gas Alam Axios Ltd. Mexico yang di pertahankan oleh detasemen-B Rimbasti di Sumatra. Tambang Emas ProLand Ltd. Canada yang dipertahankan oleh detasemen-C Rimbasti di Papua. Tambang Batubara dan Intan Imex Ltd. Brazil yang di pertahankan oleh detasemen-D Rimbasti di Kalimantan. Tambang Pasir Besi dan Aspal Cair Sobral Ltd. Malaysia yang di pertahankan oleh detasemen-E Rimbasti di Sulawesi.

 

Yang digunakan sebesar-besarnya keuntungan untuk negara asal perusahaan pengelola, dan sedikit royalti bagi pejabat-pejabat gemuk di puncak kekuasaan. Lebih sedikit lagi untuk pajak yang dipakai untuk menutup dana APBN. Sedangkan rakyat dibiarkan menderita kelaparan. Dengan lahan-lahan sawah da ladang jagung yang rusak karena limbah tambang tidak terkontrol. Banyaknya tenaga kerja buruh di Luar Negeri sedikit menyelamatkan perekonomian rakyat. Tapi makin banyaknya Buruh migran yang bermasalah di luar negeri dan terpaksa di pulangkan ramai-ramai, mulai menggoyahkan Pemerintahan. Rakyat yang tak lagi mampu membeli beras mulai teriak. Sedang pekerjaan sangat langka. Banyak Industri yang mati karena tingginya produk Import yang seharusnya bisa dibuat sendiri dan menciptakan lapangan kerja lokal.

 

Buntutnya, mahasiswa menginspirasi gerakan rakyat turun ke jalan. Menggugat ekonomi pemerintah yang mengobral sumber daya alam negara untuk penguasa Asing. Dan menikmati hasilnya untuk diri mereka sendiri. Rakyat menganggur di biarkan. Rakyat tidak sanggup lagi makan tidak di perdulikan. Resimen Istimewa Brajamusti. Rimbasti. Tentara elite kementerian Pertahanan yang langsung di bawah kendali IcB. Dinas Rahasia kepanjangan tangan Tuanku Baginda Presiden di nilai terlalu membela investor asing yang menggaji mereka. Menggusur tanah Rakyat untuk area pertambangan seenaknya dengan alasan kepentingan negara. Rimbasti memang tentara elite yang dibina khusus oleh MenPangab dan KasAD. Tapi peralatannya di tingkatkan dan dibiayai oleh Perusahaan-perusahaan tempat mereka bernaung. Detasemen mereka di lengkapi dengan armada Kavaleri Strike terbaru. Senjata serbu kelas Macmillan M-88 Sniper kaliber 0.50mm dan mereka menikmati bonus gaji yang berlipat-lipat dari perusahaan.

 

Gerakan turun ke jalan Mahasiswa ini semakin lama mendapat simpati warga kelas menengah ke bawah yang semakin sulit menjalani pekerjaan mereka di Republik ini. Dalam seminggu telah ada setengah juta warga masyarakat memblokir jalanan sekitar Senayan dan Monas. Satu bulan kemudian sekitar enam juta warga masyarakat dan mahasiswa menutup total seluruh jalanan di Jakarta Pusat dengan menggelar acara tiduran outdoor. Danres Kepolisian  Jakarta pusat hanya memiliki empat kompi personel. Enamribu orang kalau bisa memobilisir kekuatan satu Polda Metro. Mereka tidak ingin berdialog dengan Pemerintah, atau mengajukan penawaran apapun. Mereka hanya mau Negara mengusir Investor-Investor Asing itu dari tanah Indonesia dan mengembalikan hak kelola tambang kepada rakyat.

 

Di antara aset-aset penggalangan IcB. Investigated Coruption Beurau. Yaitu mengendalikan kelompok separatis yang agamis dan terlarang. Yang kehadirannya selalu membuat resah masyarakat. Kelompok SriBaa. Atau Sparatis Islam al-Baajiy. Berita yang berkembang menyatakan jama’ah SriBaa memiliki lebih dari empatpuluh ribu pengikut rahasia. Satu inang tapi berbeda Imam dengan al-Qaidha wilayah Asia. Pemimpin besarnya adalah Amir darurat Markaziah Syeich Baitullah Mehsud. Berkedudukan di negara bagian Khasmier, yang sedang berperang melawan tentara Indhia. Mereka melatih diri dan membuka front pertempuran dahsat di hutan-hutan perbatasan Thailand. Di daerah tropis yang memanas Filiphine selatan. Hingga kampung-kampung kumuh di belantara kemiskinan Cambodhia. Sumber keuangan mereka kuat sekali. Dengan menguasai keamanan Pasar tradisional. Mulai dari lahan parkir, jasa keamanan bagi para pedagang dan, retribusi angkutan barang. Dengan pungutan-pungutan atau lebih tepatnya pemerasan dipusat-pusat perdagangan wilayah yang mereka kuasai. Usaha itu beromset milyaran di setiap negara sengketa.

 

Sebagian dari kelompok itu, secara tidak resmi juga menjalankan aksi penodongan, perampokan, dan pembajakan-pembajakan transportasi niaga milik apa yang mereka sebut para Kafir. Yaitu kaum yang dimata mereka tidak seagama. Atau bahkan warga muslim sendiri yang dianggap tidak sejalan dengan garis perjuangan mereka. Mereka mengincar nasabah Bank. Toko-toko perhiasan yang minim tindakan dari aparat keamanan. Sifat operasi mereka selalu terlatih. Mengenakan tutup wajah ala ninja. Dan membekal pistol standar Springfield 38mm ACP. Atau terkadang untuk daerah pinggiran yang rawan membawa senapan AKKA-47. Di Indonesia sendiri, banyak simpatisan kelompok SriBaa yang masuk dan di latih di kawasan konflik Asia. Dan kemudian kembali ke Indonesia untuk merekrut anggota baru. Beberapa Pesantren garis keras malah mensponsori para santri yang ingin berjihad menegakkan kemenangan Islam di Asia Raya. Selanjutnya mereka menjadi jalan masuk bagi para Yunior-nya untuk mendapat pelatihan yang sama di luar negeri. Selain dari eksploitasi keamanan dagang itu. Mereka juga menikmati kucuran dana bantuan jutaan dolar ketika negara-negara Timur Tengah kebanjiran untung dari marjin penjualan minyak. Pasca runtuhnya kekuasaan Mu’ammar Kadhafi di Libya. Dengan dukungan modal senjata yang tidak terbatas.

 

Dan bantuan yang terus-menerus para mujahid dari berbagai kawasan termasuk Indonesia. Separatis Islam telah membuat repot banyak anggota SEATO sehingga hubungan dengan ASEAN menjadi renggang. Malaysia dengan National Act. Memenjarakan banyak alumni pejuang SriBaa sehingga sejumlah besar anggotanya lari ke Indonesia. Celakanya, SriBaa Indonesia justru berkembang subur dengan nama baru SouMed, Solidaritas Islam untuk Pemenangan Dunia. Delapan ribu anggota brigade maut SouMed dibawah komando Mantiqi-I beroperasi di tiga wilayah konflik negara-negara SEATO yang di dukung Chinna dan Amerika. Delapanribu anggota brigade maut SouMed dibawah komando Mantiqi-II bertugas menjalankan aktivitas propaganda dan kemasyarakatan. Melakukan perekrutan, penggalangan dan pelatihan dasar bagi para kader wilayah Sumatra dan Jawa. Demikian juga dengan delapanribu anggota brigade maut SouMed dibawah komando Mantiqi-III wilayah kerja Kalimantan dan Sulawesi. Delapanribu anggota brigade maut SouMed dibawah komando Mantiqi-IV juga melakukan pengkaderan di wilayah kerja Bali dan Papua.

 

Sedangkan satu lagi SouMed dibawah komando Mantiqi-V yang sudah ahli di selundupkan sebagai pekerja Migran ke daratan Australia, New Zelland, dan Hawai. Target utama mereka untuk jangka panjang adalah mempersiapkan logistik untuk perang Akbar ke pantai barat California. Dimana sejumlah suku imigran berbagai bangsa bisa hidup makmur disana. Dengan bekal kemampuan yang dimiliki, mereka umumnya adalah para Sleeper. Punya kemampuan hebat untuk melacak dan membunuh pemimpin politik dan militer negara tempat mereka di susupkan. Melacak fasilitas sumber energi dan nuklir untuk di laporkan kepada team Penghancur teknis. Mereka berkemampuan melumpuhkan sistem komando, para staf, dan jalur komunikasi musuh. Melumpuhkan sumber daya alam yang meliputi gas alam, minyak bumi, dan pembangkit listrik. Tapi tetap, sebagai agen Sleeper mereka hanya beraksi jika di aktifkan oleh komando tertinggi SriBaa. Imam utama mereka. Mereka tidak terlibat protes-protes membela Islam. Bahkan melanggar aturan lalu lintas saja mereka dilarang.

 

Pelanggaran yang seringan apapun akan membuat foto dan identitas mereka terdaftar di pusat administrasi kejahatan Nasional. Kalau suatu organisasi kemudian terendus pihak keamanan Filiphinne misalnya, arsip anggota organisasi SriBaa wilayah itu akan di copy dan diedarkan ke jaringan informasi keamanan Internasional. Australia kemudian akan melaporkan bahwa foto atas nama Imron seperti yang di umumkan pemerintah Filiphinne kini tercatat tinggal di salah satu negara bagian Australia, dan mungkin perlu untuk dilakukan pengawasan serius. Karena itu SriBaa memberlakukan aturan ketat untuk anggota di luar negeri. Bagi yang melanggar hukumannya jelas. Yaitu… Mati ! Jama’ah SouMed menggalang pemuda-pemuda pengangguran. Di doktrin arah perjuangan mereka menurut faham SouMed di sejumlah besar wilayah Mantiqi-II, Mantiqi-III, dan Mantiqi-IV. Dasar-dasar kemiliteran mereka peroleh dari diklat Milsuk, dan hak konstitusi bela negara yang di jamin Undang-Undang. Dengan sokongan IcB yang sangat kuat mereka bisa menggunakan fasilitas-fasilitas penting komando Rimbasti detasemen Aceh, Palangkaraya, Ujung Pandang, dan Timika. Serta detasemen Rimbasti wilayah khusus Ibukota dibawah komando JendralBambang Wissesha. Sedang mereka terus dilatih oleh tentara. Para kader juga di karyakan untuk juru parkir dan preman pasar. Sebagai bukti pekerjaan yang dulu mereka janjikan. Dana yang terkumpul di gunakan untuk mendanai perang di front-front merah perjuangan SriBaa.

 

Sebagian penghasilan itu juga disetor untuk upeti para oknum petinggi tentara. Agar hubungan baik mereka dengan pihak penguasa tetap terjaga. Dan ada timbal-balik yang kongkrit sehingga lahan parkir mereka tetap terlindungi. Tidak digusur, atau di biarkan terenggut kelompok preman yang lain. Bagian dari balas jasa pula, SouMed selalu aktif dalam gerakan-gerakan yang membela kepentingan Pemerintah. Berada di garda depan, menggusur warga-warga miskin Ibu kota yang tanahnya terdampak proyek pembangunan fasilitas jalan toll, kawasan hijau perkotaan, atau bahkan pembangunan pabrik-pabrik milik Pengusaha keturunan yang dekat dengan penguasa. Begitulah tradisi mereka bergulir.

 

Minoritas yang berkiblat Islam dalam perjuangannya menjadi pemimpin di tengah tiga milyar penganut adat Budha. Satu milyar penganut adat Hindhu. Dan sembilanratus juta kaum Kristiani. Dunia memandang mereka sebagai sekumpulan kriminal dungu yang menjadikan kuil hindhu, vihara budha, dan gereja kristiani sasaran bom dan sabotase. Namun mereka punya impian hebat untuk menjadikan seluruh penduduk dunia ini tunduk pada kekaisaran Islam. Tapi Islam belum akan berkuasa sampai pengaruh neo liberalisme Amerika dan sekutu-sekutu Eropa mereka lenyap dari muka bumi.

 

Karena cita-cita itu lahirlah Mantiqi-V. Mereka yang terbaik dari qirdas dan wakalah di Mantiqi-mantiqi sebelumnya di infiltrasikan ke Mantiqi-V. Delapanribu anggota brigade maut SouMed yang ahli dan membaur. Bisa menghancurkan negara lawan jauh lebih hebat. Ketimbang sejuta laskar Mujahidin yang berperang seadanya menghadapi gelombang roket dan bom di medan terbuka. Mereka telah melihat kekalahan telak tentara Islam di Irak dan Afganisthan. Itu menjelaskan mengapa sepak terjang dan teror Mantiqi menjadi lebih di takuti. Menusuk langsung ke urat nadi lawan yang paling lemah. Yaitu rakyat sipil di negeri mereka sendiri. Amerika sudah merasakan pahitnya melihat ribuan nyawa tak berdosa dikubur hidup-hidup bersama runtuhnya gedung megah World Trade Centre di Nine-Eleven. Australia juga sempat merasakan getir ratusan nyawa rakyatnya dibantai dengan bom mobil di Sari Café, Legian-Bali.

 

Yang mereka sebut Haji-Haji kafir habis-habisan di kuras showroom emasnya di Cirebon, Bandung, Purwakarta, Jogja, hingga Banyuwangi. Ustad-Ustad bermuka dua, yang mereka anggap memeras rakyat dengan sekolah-sekolah mahal berkedok Pesantren. Di rampok hartanya habis-habisan tepat di depan kasir Bank yang mencari untung dengan makan uang riba’. Begitu efisian kerja brigade maut SouMed dan semangat separatis mereka. Membuat IcB tergoda untuk bisa mengontrol mereka. Antaranya dengan merestui perwira-perwira Rimbasti di daerah menjadi Backing mereka di lahan-lahan parkir daerah basah. Dengan mengontrol aktivitas brigade maut SouMed, IcB punya akses kuat untuk menggerakkan pengikut SouMed yang di galang oleh batalyon-batalyon Rimbasti di daerah untuk kepentingannya sendiri.

 

Belum lagi keluarga dan sanak famili mereka yang lebih dari tigaratus ribu jiwa, di mobilisir untuk memperkuat perkumpulan dakwah dibawah panji-panji Partai Sabit Merah. Limabelas ribu anggota brigade maut SouMed pernah di rekrut dalam Pam Swakarsa untuk melindungi kebijakan tidak populer Pemerintah demi Investor-Investor minyak yang menyengsarakan rakyat. Tapi SouMed juga pernah terjerat kasus hukum lantaran bentrok berdarah dengan solidaritas kerukunan antar agama di silang Monas. Pimpinan-pimpinan wakalah SouMed di tangkapi detasemen anti teror sampai ada yang di tembak mati gara-gara bom mobil yang menghebohkan di Bali. Jendral Icb. Mannaf Trighanna Thallib yang kemudian mengusulkan kembali peran Pam Swakarsa SouMed ini, untuk menghantam aksi demonstran yang sudah di anggap kebablasan. Jika Pam Swakarsa SouMed yang menghantam demonstran, aparat polisi tidak bisa di salahkan atas pelanggaran HAM. Yang menjadi makanan empuk masyarakat dunia untuk menyerang habis-habisan Indonesia.

 

Layaknya Milisi Rwanda yang membantai suku lawannya Kiyaar. Tanpa kesalahan pada Jendral Angkatan Darat Francois Knommo’ yang mendalangi aksi pembersihan etnik itu. Malah kemudian PBB merangkulnya untuk ikut mendukung perdamaian setelah musuh-musuhnya di sikat habis. Komunitas SouMed terlatih tidak hanya untuk mengintimidasi orang tapi juga bila perlu membunuh mereka sekalian demi apa yang menurut pandangan mereka, ‘Jihad’. Persoalannya apakah Tuanku Baginda Presiden Albertinus Senno Suhastommo. Pemimpin yang masuk ke Istana berkat dukungan kuat Partai Sabit Merah dan banjir iklan Pencitraannya yang luar biasa. Siap menanggung sejarah kelam Perang Saudara dimasa Pemerintahannya.

 

Principaute Stute du Willis.

 

Membentang di pantai selatan Jawa bagian timur. Menjadi kota penting keluarga multimillionair Husni saat mereka mengakuisisi sebuah benteng tua masa peninggalan Hindhia-Belanda tahun 1972. Di sulap menjadi Istana Superlatif di puncak bukit semenanjung Prigi. Bersama dengan berkembangnya waktu. Konsursium Industrialis Multimillioner al-Zayyeed Husni yang menguasai pangsa pasar perdagangan Intan dan Senjata di zona Mediterania. Terus merambah ke berbagai bidang business di seluruh dunia. Pernikahan delapan keturunan keluarga besar Husni dengan kandidat penguasa negara-negara adidaya. Meliputi Chinna, Soviyet Union, Jerman federasi, Monarki Inggris, Keemiran Kuweit, Monarki Belgia, dan negara Uni Amerika. Juga terakhir dengan rejim diktator Argentina Union. Memperkokoh supremasi perdagangan dan monopoli business keluarga Husni dalam perekonomian dunia global. Di sokong oleh kekuasaan mutlak Hyang Mulia Jendral besar Bosma Marssiello Gleizzyardhin Otmmar Abdoullay Behrdourrani Sadeghzadeh Ingenieur Youkke al-Zayyeed Husni, atas militer Indonesia.

 

Saat sidang paripurna UNO ke-14 di Swiss. Tanggal 4 Jully 1982, Stute du Willis resmi menjadi wilayah teritorium Husni. Di akui secara Internasional. Kota dalam negara Indonesia yang memiliki kedaulatan penuh. Sekelas Vatikan, Liechteinstein, dan Luxemburg. Kantor-kantor layanan publik mempekerjakan Pns, sebagai tenaga migrant yang di proses dengan paspor khusus. Mereka dicoret dari kantor Administrasi Kepegawaian negara. BAKN. Hanya kementerian Husni sendiri yang berhak atas pembayaran gaji mereka, promosi jabatan, dan mutasi pekerjaan. Negeri impian yang hanya seluas kota Bogor. Memiliki empat setengah juta penduduk. Hampir tiga setengah juta-nya bekerja untuk pelayanan publik. Aparatur daerah, kepolisian Metro, penjaga kios-kios swalayan. Karyawan hotel-hotel, para staf perkantoran, bank-bank, dan operator angkutan massal. Ada Monorel, Transbuss Willis Explorer yang berkeliling kota duapuluh empat jam tanpa bayar. Dan jasa layanan Limmousine. Satu divisi khusus kavaleri serbu Marinir. Enamribu orang menghuni Mako divsus tank tempur ampibhi di pantai timur Metro Willis. Mereka sepenuhnya berada dibawah otoritas OcC.

 

Di era rejim Pemerintahan Tuanku Baginda Presiden Albertinus Senno Suhastommo ini. Resimen Komando Kawal Khusus Istana, Kowalsus dengan duaribu anggotanya merupakan kesatuan militer yang paling tinggi derajatnya. Sering menjalankan misi-misi yang di dalangi langsung oleh Lingkaran elite Istana. Sayap kedua militer adalah Rimbasti. Resimen khusus yang di tugasi menjaga dan melancarkan Investor-Investor tambang Emas dan Perminyakan asing yang selalu bermurah hati memberikan hadiah-hadiah pada Lingkaran elite kekuasaan Tuanku Baginda Presiden Suhastommo. Sebagai timbal baliknya mereka mendapat konsesi mutlak mengendalikan dan menguasai kuli-kuli pribumi yang hampir-hampir mereka perlakukan sebagai tenaga kerja gratis. Merenggut tanah-tanah mereka seenaknya dengan menggunakan kebrutalan pasukan Rimbasti yang mereka biayai. Dua resimen Istimewa ini bisa di bilang merupakan pilar utama yang mendukung kekuasaan Tuanku Baginda Presiden Albertinus Senno Suhastommo. Sayap terakhir kekuasaan militer Tuanku Baginda Presiden Suhastomo adalah KomeRad.

 

Lima brigade pasukan elite Lintas Udara yang karena sifat khususnya, di sejajarkan menjadi tingkat divisi. KomeRad, Komando Pasukan Parrachutte AD. Mereka secara struktural terpisah dari garis komando AD. Tapi karena sejumlah besar markas resimennya tersebar di daerah. Tidak bisa menghalangi pergaulan pribadi-pribadi para perwira komando-nya dengan kalangan pengikut OcC, atau Officer Comission Club. Dewan Perwira-nya Indonesia yang mengendalikan Organisasi Perwira Merdeka. Di sisi lain struktur komando tentara. Di lingkaran Teritorial mereka telah membangun tradisi sendiri yang terdominasi para tentara muda penganut FeGoz. Freedom General Officer Organization. Organisasi Perwira Merdeka. Bersumber dari popularitas Hyang Mulia Jendral besar Bosma Behrdourrani Sadeghzadeh Ingenieur Youkke yang tanpa batas sebagai Penguasa Bayangan di Republik ini. Unsur Teritorial yang di kendalikan sepenuhnya oleh Perwira-Perwira muda FeGoz ini punya garis komando Bosma sebagai tampuk kekuasaan tertinggi. FeGoz menguasai struktur Komando Kodam dari Prajurit sampai Kolonel. Dengan pucuk pimpinannya Kas Inteldam yang mewakili kekuasaan Bosma di daerah.

 

Dan hanya oleh Panglima-Panglima Kotama yang di setujui secara pribadi oleh Hyang Mulia Jendral besar Bosma Sadeghzadeh Ingenieur Youkke al-Zayyeed Husni. Selain itu faksi Jendral Bosma Ingenieur Youkke juga menguasai kursi MenPangab, KemenHub, Kemendag, dan Jaksa Agung. Pilar utama kekuasaan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke adalah Kodivma rahasia Saber AD yang bermarkas di sebuah Bunker duapuluh empat lantai dibawah Pangkalan militer rahasia kawasan Sediyatmo, Jakarta. Satu armada udara taktis berkekuatan empatratus tentara di pangkalan yang sama, mengoperasikan, 8 unit A/CN 235-300 GunShip buatan PT Dirgantara Indonesia, 2 unit Bizjet Phenom 100 buatan Embraer milik Kemenhan, 72 unit AH-64 Apache, 24 unit UH-60M BlackHawks, dan 16 unit Chinnock CH-46 SuperKings. Angkatan Laut menempatkan satu brigade kapal selam komando Saber AL yang berpangkalan di komplek Wisma Peristirahatan pribadi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di Bukit Penjaringan.

 

Pilar kedua kekuasaan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke adalah anggota OcC. Klub Dewan Perwira dimana para brigjen teritorial yang memegang kendali Inteldam di Kotama-Kotama. Selalu memegang otoritas penuh atas Rindam-Rindam. Termasuk di dalamnya duaratus anggota penyabot elite Saber-Bosma tiap-tiap Kodam. Tongkat bergilir sebagai pemegang komando ketua OcC selalu di jabat dari kalangan ini yang secara rutin melapor kepada Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Tapi ada satu gugus tugas lagi yang menjaga perairan Metro Willis. Yang ini selalu menjadi pertimbangan kunci bagi pihak manapun. Untuk berfikir ulang seribu kali untuk berkeinginan mengusik kota Metro Willis yang damai. Satu armada kapal induk Angkatan Laut asing di rotasi setiap enam minggu di Willis International Harbour dari negara para Menantu Husni sendiri. Bulan ini yang sedang bergilir tugas ada Kapal Induk Soviyet Union, SS Alexander Knavs. Yang 332.8 meter panjangnya, dengan berat muatan penuh mencapai 98.556 ton. Dua reaktor nuklir dan mampu melaju hingga 32 knots. Dalam perut kapal di parkir 87 Sukhoi Su-30s, Sukhoi Su-35bm, Mig-29smt Fulcruum, hingga Mig-35 terbaru.

 

Sejumlah helikopter serbu Milanov Mi-35 Hind, Kamov Ka-27 anti kapal selam dengan senjata torpedo kecepatan tinggi APR-2E Orlan, Kamov Ka-29 angkut serbu, dan Milanov Mi-26T super transport. Di kawal oleh sekurang-kurangnya satu kapal selam nuklir, satu kapal angkut logistik, satu kapal penjelajah sekelas Ticonderoga, dan dua kapal perusak. Ada berita yang beredar di kalangan terbatas. Soal obrolan Direktur V Penggalangan IcB, Mayjen IcB Haryo Subagyo yang bekerja untuk Jendral Icb Mannaf Trighanna Thallib. Pasca sidang kabinet terakhir di Istana Negara. Saat ini status Ibukota tengah dalam siaga satu. Aksi duduk-duduk massal unjuk rasa mahasiswa dan warga Ibukota praktis melumpuhkan aktivitas sehari-hari Jakarta. Konon kabarnya aksi duduk massal ini telah menyebar ke seluruh Ibukota yang melibatkan lebih dari sembilan juta orang. Semua batalyon tempur di perintahkan untuk kesiagaan tempur garis pertama. Kondisi siaga perang dengan mempersiapkan cadangan peralatan dan amunisi sampai tiga tingkatan. Perintah ini di picu oleh persetujuan Tuanku Baginda Presiden atas usulan Jendral Icb Mannaf mempersenjatai Pam Swakarsa SouMed untuk menghantam unjuk rasa mahasiswa dan warga.

 

Dan ternyata usulan itu mendapat penolakan keras dari Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sendiri. Membenturkan pejuang-pejuang fanatik SouMed yang tega membunuh bayi dalam kandungan sekalipun. Dengan aksi damai Mahasiswa yang menyuarakan jeritan hati nurani rakyat dengan ikhlas adalah tindakan nekad dan sangat berbahaya. Yang terjadi nanti justru operasi pembersihan etnis yang kejam tanpa perikemanusian seperti pembantaian Nazi, Boznia, dan penjagalan di Ambon. Penolakan keras Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke telah menyulut gelap mata Tuanku Baginda Presiden Albertinus Senno Suhastommo. Yang langsung mengultimatum pengunduran diri Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Atau akan segera di pecat dengan tidak hormat bila sampai pekan depan tidak menyatakan patuh dan tunduk pada kebijakan Tuanku Baginda Presiden. Tapi pemecatan atas diri Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke tidak semudah yang di ucapkan. OcC sepenuhnya berdiri di belakang Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke.

 

Dan mafia finansial OcC itu kuat sekali. FeGoz sebagai organisasi induk OcC mengendalikan Holding Company armada transportasi niaga. Meliputi dominasi atas seluruh pengiriman kapal Container dan kapal Tanker dalam naungan Primkopal. Dominasi atas seluruh penerbangan pesawat Cargo dan Paket udara  dalam naungan Primkopau. Dan dominasi atas seluruh pengiriman dengan truk niaga dan peti kemas dalam naungan Primkopad. Tambang-tambang minyak dan Emas boleh di kuasakan kepada Investor asing yang keuntungannya sebagian masuk ke kantong-kantong pribadi para penguasa di lingkaran dekat Tuanku Baginda Presiden Suhastommo. Tapi eksport mereka hanya boleh dengan kapal-kapal tanker milik Primkopal sendiri atau mereka tidak pernah akan di ijinkan melaut. Distribusi barang-barang eksport hanya bisa di angkut dengan truk-truk peti kemas milik Primkopad saja. Semua media transportasi niaga hingga Menteri Perhubungannya sekalian adalah milik tentara yang keuntungannya di gunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan Prajurit. Holding Company ketiga maskapai niaga itu di kelola secara profesional dengan mengimport ahli-ahli keuangan Husni Industries Trade Corporation.

 

Sehingga mereka bisa membangun armada transportasi yang sangat maju. Kapal-kapal baru yang di remajakan secara berkala, dan tidak ada korupsi. Tentara sendiri tidak boleh mengelola Holding Company. Hanya para profesional. Tapi keuntungan yang berlipat-lipat dari itu semua dibagi sama rata pada semua prajurit aktif pengikut FeGoz. Holding Company juga mendanai sejumlah tower apartement murah untuk prajurit-prajurit muda sehingga mereka tidak di pusingkan urusan tempat tinggal saat mengemban tugas negara. Holding Company mengurus asuransi pendidikan keluarga prajurit, hingga tunjangan jabatan para prajurit yang besarnya mencapai empat kali gaji pokok. Hal yang sebelum ini tidak pernah bisa di lakukan oleh negara untuk tentara yang mempertaruhkan nyawa demi merah putih. Dengan kemandirian tentara yang demikian kuat dan sumber daya finansial tidak terbatas. Militer, dalam bentuk pribadinya Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sendiri, sanggup melakukan Kup dengan memerintahkan Kavaleri berbondong-bondong masuk Ibukota. Memutus rantai finansial FeGoz dan sekaligus meredupkan popularitas Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di kalangan OcC.

 

Bisa di lakukan jika Tuanku Baginda President Suhastommo menyerang kota pribadi keluarga besar Husni, Metro Willis. Monarki kecil di semenanjung kota Prigi yang luasnya tidak lebih dari kota Bogor itu. Berharap bisa mengalihkan kebencian publik pada kelaparan dan kebobrokan Pemerintah yang terlalu menghamba pada Investor-investor minyak asing. Tuanku Baginda President Suhastommo mulai mencanangkan kampanye nasionalisme sepihak. Dengan slogan-slogan, ‘Ganyang Metro Willis’. Secara de fakto, Metro Willis adalah teritorium business di bawah otoritas PBB. Tapi bukan sebuah negara merdeka yang otoritas keamanan laut dan hubungan luar negeri-nya masih menjadi tanggung jawab Indonesia. Toh Tuanku Baginda President Suhastommo tetap bersikeras membenarkan tindakan invasi-nya, seperti Chinna merebut Taiwan atau Italia menguasai Vatikan. Tidak memandang hal-hal yang secara diplomatik tidak etis untuk di langgar. Yang bisa menimbulkan implikasi jauh lebih buruk bagi nasib Pemerintahannya. Terutama reaksi keras dunia Internasional kalau Metro Willis di jamah.

 

Jika Metro Willis lumpuh, Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke tidak punya apa-apa lagi untuk mengendalikan FeGoz dan OcC. Tentara akan kembali berpihak pada pribadi Tuanku Baginda President Suhastommo. Dan yang terpenting setelah itu, Tuanku Baginda President bisa menggunakan tentara sekehendak hatinya untuk meredam sikap pemberontakan rakyat dengan keras. Di bawah ancaman bedil dan bilik penjara. Nama Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenier Youkke akan habis karena keluarganya menjadi musuh bersama rakyat dan tentara. Sementara kekuasaan Tuanku Baginda President Suhastommo akan aman dari tangis kelaparan dan jerit kesengsaraan rakyatnya sendiri yang pengangguran. Tanda-tanda di mulainya kampanye ‘Ganyang Metro Willis’ sudah terlihat. Ketika duaribu Transbuss dari kantong-kantong pengikut jama’ah SouMed Mantiqi-II di kawal masuk ke wilayah karesidenan Kediri. Sekitar seratus ribu orang. Kebanyakan orang tua dan anak-anak. Mereka di mobilisir komandan-komandan wakalah SouMed. Untuk aksi demonstrasi menuntut di kembalikannya hak atas kota Prigi yang menjadi Metro Willis. Para wakalah ini mengendalikan masing-masing sepuluh qirdas yang beranggota empatpuluh andfiah.

 

Atau kader-kader brigade maut SouMed yang sedang di persiapkan untuk pembantaian di Jakarta. Iring-iringan yang lamban. Penuh di gantungi spanduk-spanduk dan poster beraneka warna. Bergerak keluar kota da memasuki jalan raya Gondang. Lalu rombongan di hentikan Kanwil Kepolisian kota di persimpangan pasar Durenan. Transbuss-transbuss menurunkan seluruh muatannya. Yang masih terkantuk-kantuk menyambut terbitnya sang fajar. Di kawasan pedesaan pinggiran kota Trenggalek. Empat kilometer jauhnya di bagian barat persimpangan itu terletak pintu gerbang Toll menuju ke kantor imigrasi kota pribadi Imperium Business Multimillioner Husni, Metro Willis. Empatpuluh komandan wakalah dari Mantiqi-II wilayah Sumatra dan Jawa yang terbesar. Nampak sibuk membujuk, dan menghimbau mereka untuk membentuk semacam barisan. Sedang duaratus polisi yang dikerahkan Resort kota Trenggalek tersebar di sepanjang jalan. Mereka cuma duduk-duduk saja di atas jock motor patwalnya dan mengawasi. Bagian kepala barisan itu akhirnya mendekati persimpangan arah pintu gerbang Toll yang menuju Metro Willis. Jalan protokol yang lebar dengan enam jalur lambat seluas duabelas meter.

 

Satu kilometer di belakangnya terlihat kantor imigrasi tiga lantai dengan enam pintu toll dibawahnya milik otoritas Metro Willis. Hanya orang-orang dengan ijin khusus yang di perbolehkan lewat. Garis merah antara kedua portal di tengah-tengah bypass merupakan akhir kewenangan dari dua institusi penegak hukum yang berbeda. Siapa yang tidak berkepentingan, sengaja melewati garis merah itu akan di tembak oleh petugas hukum yang berwenang. Di portal pintu toll wilayah Indonesia ini biasanya mempekerjakan limabelas karyawan jasa marga. Di situasi yang tidak biasa hari ini telah di tempatkan satu batalyon anti huru-hara KomeRad yang bersenjata lengkap. Sekitar empatratus tentara yang di kirim khusus dari Jakarta. Seolah-olah mereka di kondisikan sebagai pasukan huru-hara. Tapi mereka sesungguhnya di persiapkan menjadi batalyon pembuka serangan garis depan begitu Perintah Operasi invasi ke Metro Willis di keluarkan Pusat.

 

Pagi sedang cerah-cerahnya dan hangat. Para demonstran sedang dalam semangat yang tinggi. Membuktikan betapa mereka sudah tua-tua dan uzur, tidak kalah semangat dengan anak cucu mereka yang terbai’at dalam brigade maut SouMed yang kini mempersiapkan perang suci di Jakarta. Untuk bisa mencapai garis demarkazi pemisah wilayah hukum Indonesia dan Metro Willis. Saat bayang-bayang demonstran itu nampak di pintu gerbang toll wilayah Indonesia. Sekitar seratus meter lebih lebarnya. Dengan bangunan-bangunan pendukung di kedua bahu jalan. Serta taman yang memperindah lingkar luar pagar besi kokoh setinggi enam meter, dan di aliri listrik. Badan arak-arakan yang berkilo-kilo jauhnya, meneriakkan yel-yel ritual, “Teriakkan Husni, No… !  Untuk Pantai Prigi, Yessss… !” Serentak pasukan-pasukan dari batalyon lintas udara KomeRad-II Metro Jaya ini. Yang membangun kemah-kemah komando dan gudang logistiknya di jalanan belakang gerbang toll. Berhadapan langsung dengan Kantor imigrasi Metro Willis. Bangkit dan bersiaga dari ancaman anarkis demonstran. Di punggung mereka tersandang senjata laras panjang. Sedang tangan mereka tergenggam tameng rotan dan pentungan.

 

Aksi unjuk rasa spektakuler ini di rancang dan di sokong oleh elit Politbiro Sabit Merah. Demi memuaskan ambisi kekuasaan Tuanku Baginda President Senno Suhastommo. Yang pertama dan sekaligus yang terbesar. Para wartawan, reporter teve, hadir dalam jumlah besar. Cameramen berlari-larian mundur di jalanan mengabadikan dokumentasi film dari tokoh-tokoh puncak Politbiro. Mereka ada di lapisan terdepan arak-arakan. Mencakup lima ketua komisi yang mewakili kemenangan mutlak pemimpin tertinggi partai, Tengku Mu’adh Abdillah Zaenni. Yang menjadi teman dekat dalam lingkaran kekuasaan Tuanku Baginda President Suhastommo. Sebelas anggota Parlement faksi koalisi yang menyokong suara mayoritas partai Sabit Merah. Sejumlah pengurus jajaran puncak politbiro. Para tokoh terkemuka Rokhaniawan pro Pemerintah. Serikat-serikat pekerja badan-badan usaha milik pemerintah di bawah Kemendagri, dan sejumlah guru besar akademisi Perguruan Tinggi Negeri yang perduli.

 

Kapten Mnr. Purnommo Agusnugraha , sedang berdiri di lantai atas gedung imigrasi Metro Willis. Limaratus meter jauhnya di depan sana berdiri tenda-tenda komando batalyon Linud KomeRad-II. Jauh di belakangnya lagi kerumunan para demonstran tengah berdesak-desak dengan dua kompi pengamanan garis pertama batalyon Linud yang sedang bertahan. Tapi Kapten Mnr. Purnommo jelas mendengar nyanyian kompak para demosntran dengan sound-sound mobil mereka, “Teriakkan Husni No… !  Pantai Prigi Yesss… !”  Pria ini komandan Ki A/batalyon kavser-311 divsus Kopasmar Metro Williss. Batalyon pertama dari tiga brigade Kopasmar yang dengan tugas khusus mempertahankan Metro Willis. Termasuk jika perlu serangan dari pihak tentara Indonesia sendiri. Dia membawa seluruh kekuatan kompi yang terdiri atas 80 personel. Dua unit tank Shermman M-1A Abraaham, sengaja dia taruh di ketinggian sana. Di bekali self-propelled Howitzer 155mm GCT, berjarak tembak 31.5km. Tiga unit kendaraan lapis baja APC Bradley dilengkapi senjata serbu M-2 kaliber 0.5mm, lima unit Pansher Strikes, dan dua jeep komando Humvee yang dibekali senjata mesin M-60 di atas turretnya.

 

Jauh di seberang ladang-ladang kosong sana. Dua helikopter bersenjata Soviyet Union. Kamov Ka-29 angkut dan serbu membuat bunyi gaduh menuju arah tenggara. Kendaraan Strikes di parkir memblokir pintu-pintu imigrasi dan Bradley memperkuat di sisi-sisi jalan. Sedangkan Humvee yang anti peluru stand by di bagian lain gedung imigrasi. Seorang penembak jitu bersiaga dibalik turret. Memegang M-60 dengan kemampuan 550 tembakan permenit. Dengan seorang supir, Humvee di biarkan dalam kondisi tetap hidup selama duapuluh empat jam ke arah Metro Willis. Siap mengevakuasi Kapten Mnr. Purnommo bila terjadi insiden. Seorang operator radio. Kopral infanteri Tullus Mashudi selalu berada di dekat Kapten Mnr. Purnommo. Supaya Kapten Mnr. Purnommo selalu bisa berhubungan dengan unit-unit pasukannya. Terutama dengan tembakan artileri berat Howitzer dari tank M-1A Abraaham yang parkir berkilo-kilo dibelakang mereka. Pada waktu yang sama kesibukan-kesibukan luar biasa berlangsung di Metro Willis. Awalnya adalah kunjungan Isteri pemimpin besar PK Chinna. Mademoiselle GKSPPBR Aj. Prahnyndhitta Ellenoirre Ming Zhou. Berikut seratus staf diplomatik yang kini menunggui Janda mendiang pemilik Imperium Business terkaya di dunia itu.

 

Mademoiselle GKSPPBPR Aj. Kusmirrasyidha Endharwarry Hanim al-Zayyeed Husni yang sedang sakit. Melakukan medical chek up di Husni’s World Health Centre, WHC. Rumah sakit lima lantai paling canggih di dunia yang menyerupai huruf, [-H-]. Kemudian hadir pula Puteri Mahkota kerajaan Inggris. Princesse Nattasha Coirmeiyctha Laurschen Blank IV. Merupakan isteri dari Prince Wairdhemm Roys Hellminna al-Zayyeed Husni. Usai perlawatan mereka ke Tokyo dan Port Morresby-New Guinea. Mereka membawa Kapal Pesiar kerajaan Queen Antoinette III  beserta delapanratus ABK dan dua kapal perusak Inggris. Masih dari berita yang beredar. Di ketahui IcB juga punya agenda lain. Andaikata, benar terjadi Clash. Sayap militer Tuanku Baginda President Suhastommo yang masih mengandalkan Rimbasti dan sebagian kecil divisi KomeRad yang bisa di percaya tidak akan bertahan lebih dari lima jam menghadapi gelombang serangan pengikut FeGoz. Di wilayah Jakarta Raya Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke memiliki Divma gugus tugas Saber AD yang stand by di pangkalan Sediyatmo-Cengkareng.

 

Ada satu brigade laut Saber yang menjaga Peristirahatan pribadinya di bukit Penjaringan. Satu divisi khusus Kopasmar yang Kasal-nya jelas-jelas berpihak kepada Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Satu resimen perintis Lapis baja Brimob, dan seluruh unsur batalyon aktif Kodam yang di dominasi kuat para perwira OcC. Sayap militer Tuanku Baginda President Suhastommo saat ini bisa sedikit bernafas lega karena dukungan dari Kasau Marsekal pnb. Iskandarsyah Latief. Yang tidak lain saudara Ipar JendralBambang Wissesha sendiri. Di pusat pelatihan khusus Rimbasti. Kawasan perbukitan Gunung Puteri-Cibodas. Selain dari duapuluh empat ribu anggota Brigade Maut SouMed yang di mobilisir dengan pelatihan-pelatihan senjata tajam. Saat ini Tuanku Baginda President Suhastommo juga telah menarik seluruh batalyon Rimbasti di daerah. Sehingga kemah-kemah besar segera menjadi akomodasi seribu enamratus anggota pasukan elite Rimbasti. Kemudian di datangkan bantuan sekitar tiga divisi khusus KomeRad dari Sumatera, Makassar, dan Papua Barat. Sehingga ada tambahan sekitar duapuluh empat ribu tentara Linud untuk Ibukota.

 

Dalam kondisi terdesak bahkan brigade maut SouMed adalah veteran-veteran gerilya dari Lebanon, Afganisthan, dan Kashmier. Dengan cepat mereka bisa di persenjatai dan menjadi kekuatan pendukung yang bisa di andalkan. Di tambah dengan tiga batalyon Kowalsus dan duaribu Rimbasti, Tuanku Baginda Presiden Suhastommo menjadi punya kekuatan sekitar limapuluh ribuan tentara. Di perkuat lagi dengan enamribu empatratus anggota MenSra AU yang di datangkan dari pangkalan seluruh Indonesia. Tuanku Baginda President Suhastommo semakin percaya diri di tahta kekuasaan Istananya. Juga dia mempunyai empatratus anggota paramiliter dari IcB. Dengan sekitar tigapuluh ribu pasukan di sekitar wilayah Jakarta saja, unsur kekuatan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sesungguhnya adalah Kavaleri-Serbu. Jadi dengan hanya setengah kekuatan dari mobilisasi sayap militer Tuanku Baginda President Suhastommo, unsur Pemukul Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke masih lebih unggul. Hal lain yang perlu di perhatikan serius adalah implikasi kampanye, ‘Ganyang Metro Willis’.

 

Utamanya reaksi keras dunia Internasional. Dan terlebih lagi dari pemimpin-pemimpin negara raksasa yang Isteri dan Suaminya adalah putera-puteri keturunan keluarga besar Husni. Nada geram sudah pernah di ucapkan oleh Sekjen PK Chinna yang berkuasa, Highness Soen Ming Zhou. Ketua Ming Zhou berkoar siap mengorbankan empat juta tentaranya demi mempertahankan tanah Metro Willis. Setara dengan jumlah Angkatan Darat Chinna dari enam juta orang militer yang mereka miliki. Inggris juga tidak kalah cemas. Mengingat kapal Pesiar Queen Antoinette III yang membawa calon Ratu dan Pangeran Inggris merapat di Metro Willis.  Buru-buru memerintahkan duapuluhan kapal perangnya yang berpangkalan di Brunei dan Malaysia untuk berlayar ke perairan Indonesia. Dua kapal induknya yaitu HMS Lord Bisgaard dan HMS ComptenHaque membawa lebih dari seratus limapuluh GR.Mk-4A Tornado, Eurofighter Typhoon, dan Eurocopter Tiger. Di lindungi beberapa kapal Penjelajah, sejumlah kapal perusak, dan banyak fregate sebagai unsur pemburu kapal selam. Soviyet Union, memiliki sekitar limabelas ribu personel yang sedang bergilir tugas menjaga perairan Metro Willis.

 

Dengan kapal induk SS Alexander Knavs sebagai ujung tombak. Laksamana Milanko Achimovic, di pangkalan Vladivostoc memiliki lebih dari enamratus ribu pasukan. Itu cukup dekat di kerahkan ke laut Chinna Selatan untuk mencapai perairan Indonesia. Dari kepulauan Mikronesia hingga laut Okinawa-Jepang bercokol empatratus ribu tentara dari Armada-VII Navy Amerika. Pesawat-pesawat tempur mereka bisa mencapai Jakarta kurang dari duabelas jam terbang. Artinya, dengan strategi yang bagaimanapun sulit bagi Tuanku Baginda President Suhastommo memenangkan perang politiknya. Jadi Jendral Icb Mannaf harus mencari cara lain untuk menekan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke tidak ikut campur.

 

Sementara itu di Malang, tuan Profesor Agung Rasmintho masih terus berkampanye mencari dukungan untuk proses hukum para tersangka penyerang Anggitho. Di lanjutkan dalam sebuah pesta Cocktail di kawasan Hotel mewah Surabaya. Tuan Profesor Rasmintho sedang berbincang serius dengan KasArmatim Laksda laut Johny Humbrey Kakiay. Akan perlu bertemu dengan Kajati segala nanti jika tuan Profesor Rasmintho bersikeras melanjutkan kasus ini ke sidang pengadilan. Mencari wilayah lain demi alasan netralitas dan keamanan sidang bisa di benarkan dalam acara hukum pidana. Jadi tuan Profesor Rasmintho ingin mengatur agar persidangan di gelar di Surabaya. Di sana pengaruh Pangko Daerah Militer Jawa V sangat kuat. Dan kekuatan-kekuatan politik lokal Malang akan sulit masuk.

“Sekarang, apa rencana mas Agung ?” tanya KasArmatim Laksda laut Johny Kakiay meminta ketegasan.

“Tentu. Aku mau kasus berlanjut ke pengadilan. Setelah yang mereka lakukan hampir membunuh seorang putra asuhku, nggak bisa to… mereka bebas melenggang pergi begitu saja ?” kata tuan Profesor Agung sembari mencicipi setegukan anggur Rosse dalam gelasnya. “Komandan polisi itu, Kombes polisi Bagus. Menurut laporan staf-ku sangat berambisi membebaskan para tersangka dengan berbagai cara. Untung saja, Lettu infanteri Evie berinisiatif. Di bilangnya atas perintahku tidak ada pemindahan tahanan dari Kosektro Brimob sampai ada keputusan lebih lanjut. Lalu diam-diam dia pindahkan seluruh tersangka ke Mako Brimob Polda-Jatim.”

                “Tindakan yang sangat ceroboh.”  Laksda laut Johny Kakiay memprotesnya. “Tentu… dia tidak bisa mengambil alih seenaknya kasus yang sedang di tangani institusi lain. Dan, dia tahu atas penahanan di Mako Brimob itu ?”

                “Sampai saat ini, tidak. Petugas pengawalku pasti bilang kalau pelimpahan tersangka dalam perlindungan khusus. Mereka punya kode etik untuk memastikan sama-sama tutup mulut.”

“Baiknya memang, Kajati mengambil alih dengan segera kasus ini untuk di sidangkan. Nanti pasti saya bantu Mas Profesor mensterilkan para hakimnya. Tidak usah khawatir. Semua teman kita, Waka Polda Brigjen polisi Yussuf Yuhrimaullana, Kasdam Brigjen infanteri Richard Salampessy, dan Kashanud III Marsda udara Indhra Zakha Permana. Pasti akan mendukung mas Profesor Agung.”

Tuan Profesor Rasmintho bukan tidak mampu dengan pengaruhnya sendiri menangani proses hukum tersangka penyerangan. Pengaruh pribadinya sebagai suami Pangko Daerah Militer Jawa V yang membawahkan satu divisi tentara sudah lebih dari cukup. Tidak ada penguasa lain di daerahnya yang berani menentang, atau bahkan berkomplot melawan dia. Tapi bahwa dukungan dari para kolega itu, jelas akan sangat membantu dalam persidangan.

 

Kombes polisi Bagus Wibawa turun dari taksi. Di depan kantor KemenHan kawasan Medan Merdeka-Jakarta. Setelah hampir sejam lamanya duduk tidak nyaman di pesawat. KemenHan ini adalah bangunan kokoh besar. Terdiri atas tiga bagian bujur sangkar yang saling berhubungan. Dan bangunan keempat di belakang yang tidak mencolok, disewakan secara permanent untuk Investigated Corruption Beurau, IcB. Badan Anti Korupsi nasional. Pertama kali di resmikan oleh Undang-undang sebagai Lembaga superbody kejahatan politik. IcB di comot dari badan anti korupsi di bawah payung hukum Kementerian Kehakiman. Tugas IcB di tingkatkan dari sekedar Lembaga pengawas penggunaan keuangan negara, menjadi Institusi anti korupsi yang bahkan bisa menyeret perbuatan korupsi seorang Tuanku Baginda President ke persidangan. Seiring dengan waktu berjalan, Superbody IcB justeru di manfaatkan untuk menyerang lawan-lawan politik Tuanku Baginda President di Senayan, dengan alat bukti yang dicari-cari. IcB terus berkembang dengan payung hukumnya yang setingkat Undang-undang menjadi sebuah badan rahasia sipil yang di takuti dan ikut menyokong kekuasaan politik Tuanku Baginda President Suhastommo.

 

Tapi tentu saja tidak pernah akan sebanding dengan kebesaran Bosma. Atau akan berfikir seribu kali untuk terang-terangan menghantam eksistensi Hyang Mulia Jendral besar Ingenieur Youkke. IcB dengan Jendral Icb Mannaf sebagai direkturnya nampak harus mengupayakan cara lain yang lebih elegan untuk memenangkan perang ini. Kekuasaan Tuanku Baginda President Senno Suhastommo harus di pertahankan. Itu jelas. Karena itu menyangkut hajat hidup ribuan orang penyokong kekuatan politik Tuanku Baginda President. Yang selalu menikmati royalti dengan gratis. Dari Investor-Investor tambang minyak dan permata asing yang selama ini menyengsarakan hidup rakyat. Selalu mendapat perlindungan politik maupun keamanan langsung dari detasemen-detasemen elite Rimbasti yang di biayai mahal-mahal oleh Raja-raja minyak dan permata asing. Meski dalam Undang-undang IcB dinyatakan sebagai lembaga hukum Mandiri yang tidak bisa di perintah oleh Pemerintah, Mahkamah Agung, maupun Parlement. Bahkan memiliki anggaran sendiri dari APBN untuk menggaji jaksa-jaksa penyelidik mereka. Toh fakta di lapangan, direktur IcB ini melapor kepada Sekretaris Negara Letjen teritorial Setya Bernawa. Sebagai pihak penghubung IcB dengan kekuasaan Tuanku Baginda President.

 

Tapi bukan IcB tujuan Kombes polisi Bagus kemari. Melainkan kantor Wakil MenHan di lantai tujuh gedung Segi empat itu. Kombes polisi Bagus melaporkan identitasnya ke front desk, sebagai tamu yang telah membuat janji. Di beritahu kalau pertemuannya sudah di jadwalkan ke kantor Wakil Menteri. Dr. Oktaprius Surya Prayoga Js.D, SH. Dia di persilahkan seorang prajurit pengawal menuju ke Lift utama. Berbeda dengan kebiasaan, Wakil Menteri Dr. Agus ini bukan orang militer. Dr. Oktaprius Surya Prayoga  mengawali karier dalam dunia politik. Sebagai kader Junior Task Executive Party Sabit Merah. Setelah partai besarnya sukses mengusung nama JendralAlbertinus Senno Suhastommo menjadi Tuanku Baginda Presiden. Dr. Agus di percaya untuk menjadi staf khusus Istana. JendralSuhastommo, sebelum di angkat menjadi Tuanku Baginda Presiden adalah Pimpinan Staf Angkatan Darat. Punya hubungan yang sangat baik malah, dengan Jendral Bosma Ingenieur Youkke. Tapi perjalanan politik telah merenggangkan hubungan dua sahabat ini. Malah terkesan JendralSuhastommo mengkhianati kepercayaan teman baiknya, Jendral Ingenieur Youkke.

 

Semua demi ambisi politik dan keserakahan menguasai seluruh kekayaan alam negeri ini untuk dirinya sendiri. Dia maju sebagai Capres. Di usung oleh Partai besar Sabit Merah. Tentu… dengan kesepakatan-kesepakatan politik yang harus di patuhi. Salah satu kesepakatan itu adalah menempatkan sebanyak-banyaknya kader Sabit Merah di Kementerian. Yang merupakan tambang uang bagi Partai-partai di Parlemen. Wakil Menteri Dr. Agus, yang selalu terbuka dan ramah terhadap bawahannya. Yang rata-rata masih sebaya dan bersemangat. Menyambut Kombes polisi Bagus Wibawa dengan hangat.

“Well… Komisaris. Seperti yang pernah aku katakan. Di sini kami akan membantu sepenuhnya kesulitanmu. Sebagaimana pentingnya asset milik kami yang kau lindungi. Jadi apa tepatnya bantuan dari kami yang kau harapkan ?” Wakil Menteri Dr. Agus bertanya.

“Yyaa… ini. Sebenarnya bisa dikatakan berkaitan. Tapi tidak langsung.”  Kombes polisi Bagus Wibawa mencoba untuk menerangkan dengan jelas. “Ini tentang Sonny. Putra tunggal tuan Andhre Himawan. Kemarin Sonny memerintahkan aksi pembunuhan yang gagal untuk seorang yunior sekolah yang di cemburuinya. Ternyata siswa yunior itu putra asuh seorang Pangko Daerah Militer Jawa V. Pertaruhan yang sangat mengejutkan, dan tidak saya duga sama sekali.”

                “Astaga… Dan, bagaimana nasib anak Pangdam itu ?”

                “Untungnya selamat. Sejumlah tersangka malah tertembak di amankan polisi. Sayangnya, institusi polisi yang mengamankan para tersangka itu bukan dari kesatuan saya.”  Kata Kombes polisi Bagus dengan menyesal.

“Yaa… Untung. Mengusik orang setinggi nyonya Mayje infanteri Estianni Rahayu Rasmintho bisa riskan. Dan apa, Sonny ikut tertangkap ?”

                “Saat itu Sonny tengah berlibur ke Phuket-Thailand. Jadi bersih. Masalahnya setelah kejadian itu, enambelas tersangkanya menghilang dari Kosektro Brimob-Juanda, Malang.”

                “Hilang? Apa maksudnya menghilang ?” Wakil Menteri Agus Suryaprayogha terkejut.

“Yyaa… menghilang. Kosektro Brimob tidak mengakui lagi keberadaannya. Dan para orang tua tersangka tidak menemukan keberadaan anak mereka di institusi yang manapun. Salahnya, atas permintaan Sonny… saya, telah memblokir laporan pihak Intepam yang telah mengendus rencana penyerangan. Saya… juga, instruksikan untuk melakukan hal yang sama pada Dan Restro Ajun Kombes polisi Inoki Wasis Jatmiko.”

Tidak perlu menjelaskan lagi. Wakil Menteri Dr. Agus Suryaprayogha sangat mengenal Sonny Putrahimawan sebagai salah satu asset yang perlu di lindungi dalam paket keluarga tuan Andhre Himawan. Delapan tahun lampau, ketika HSW Limited makin berkembang. Kastaf AD waktu itu merintis proyek penting untuk memenuhi kebutuhan mobilisasi lapis baja personel. Penelusuran menghasilkan salah satu cabang Industri di Pindad, punya cukup kemampuan untuk menciptakan kendaraan tempur taktis yang sekelas Barracudha, Renault/Saviem Vehicle de I’Avant Blinde. AB new generation versi enam roda. Atau sekelas jeep komando Humvee. Tapi mereka perlu mendapatkan campuran baja terbaik untuk membuatnya. Akhirnya program Industri militer milyaran dollar itu di setujui KemenHan. Himawan Steel Work Limited memenangkan tender penyedia bahan baku baja terbaik. Dan berdirilah usaha bersama HSW Ltd. dengan Pindad Perseroan milik negara.

 

Yang tidak di ketahui umum adalah transfer uang komisi jutaan dolar dari HSW Limited ke rekening pribadi Bendahara Partai Sabit Merah, di hari setelah penunjukan pemenang tender. Saat industri patungan Pindad terus berjalan. HSW Limited ikut pula menjadi besar lebih dari yang tuan Andhre Himawan pernah impikan.  Dan Wakil Menteri Dr. Agus naik dari sekedar staf khusus Istana menjadi Wakil MenHan. Dr. Suryaprayogha-lah yang memberi usulan supaya rekanan business Pindad, demi kelancaran usaha mereka sebaiknya memperoleh fasilitas pengawalan dari Negara. Bukan lantaran pentingnya proyek yang mereka kerjakan. Melainkan karena besarnya sumbangan HSW Limited untuk partainya, pantas mendapatkan penghargaan.

“Jadi… Penyerangan itu atas perintah dari Sonny. Atau, para tersangka itu yang menafsirkan sendiri kebiasaan dari kondisi yang sedang terjadi dalam pandangan Sonny ?” Wakil Menteri Dr. Agus Suryaprayogha mencoba menggali informasi lebih akurat.

“Kalau ini… benar rencana mereka sendiri tanpa melibatkan Sonny, tidak mungkin malam sebelum kejadian Sonny sendiri mau repot menghubungi saya via telephone.”  Kombes polisi Bagus menanggapi dengan perasaan gusar. “Sonny dan kelompok The Big Five memang sedang liburan keluarga di Phuket. Tapi jelas mereka punya banyak pengikut yang rela disuruh-suruh demi pengakuan kedekatannya dengan The Big Five yang merupakan Maskot sekolah Dian Harapan.”

                “Baik… Jadi mereka ini menerima Instruksi via telephone pula. Mungkin saja perintah Sonny tidak dimaksudkan seperti yang mereka lakukan hari itu. Hanya sekedar mengintimidasi, bukan malah membunuhnya.”  Wakil Menteri Dr. Agus masih berusaha mencari pembenaran atas tindakan Sonny. Putra dari keluarga hartawan yang penting nilai sumbangannya untuk mengisi pundi-pundi Partai. Agar tidak usah harus ikut melindungi orang lain yang sama sekali bukan tanggung jawabnya.

“Apapun perintahnya. Yang jelas beberapa siswa Geng yunior Persaudaraan luka parah. Dan semua tersangka penyerangan menjadi sasaran tembak aparat sebelum di hilangkan. Dalam anggota para tersangka itu ada. Satu tersangka masih terbilang keponakan Walikota Malang yang sedang menjabat. Dua tersangka bahkan anak Komandan distrik militer Metro Malang. Begini saja pak Agus.”  Kata Kombes polisi Bagus Wibawa akhirnya. Dia bisa menangkap maksud Wakil Menteri ini. Yang hendak lepas tangan atas nasib para tersangka karena tidak terkait langsung dengan Sonny. “Saya mengerti, mereka tidak ada kaitan darah dengan keluarga tuan Andhre Himawan. Tapi saya berterus-terang… empat dari tersangka itu masih keponakan saya sendiri. Coba anda bayangkan kalau dalam interogasi saya bisa berikan pengakuan mereka yang otentik soal perintah dari Sonny. Nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho pasti akan mengejar terus, dan tidak akan melepaskan Sonny ini dari dakwaan hukum.”

                “Sebenarnya apa, yang kau minta dari kami… Komisaris ?”

                “Tentu saja… Penyelidikan.”

                “Itu tugas Polisi. Kamu sendiri punya Bidserse dan Intelpam. Kirim saja mereka dengan surat tugas resmi untuk bertanya-tanya. Mungkin ada petunjuk keberadaan anak-anak itu. Rumah Tahanan Anak misalnya.”  Wakil Menteri Dr. Agus berpendapat.

“Kalau sudah menyangkut institusi Brimob. Apalagi kekuasaan pribadi suami nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho. Intel saya mana mempan?  Kedatangan saya di Kosektro saja tidak di hargai.”

                “Hmmm… di sini, Komisaris ada tempat tinggal ?” akhirnya Wakil Menteri memutuskan.

“Ouw… tadi saya chek-in di sebuah hotel murah di dekat-dekat sini. Maklum, semua jalanan terblokir. Pasti saya sulit kemana-mana. Untung taksi saya tahu jalan-jalan tembus.”

Wakil Menteri Dr. Agus Suryaprayogha sedang berpikir. Meminta bantuan kolega institusinya di direktorat penggalangan IcB. Mungkin Mayjen IcB Haryo Subagyo yang bertangan dingin dan jarang tersenyum mau meminjamkan salah seorang agen terbaiknya untuk dipakai mendukung penyelidikan Kombes polisi Bagus ini. Dia merencanakan untuk mengajak makan siang Jendral IcB Subagyo. Di direktorat markas besar IcB, Jendral IcB Subagyo memegang kendali atas penggalangan personel. Dia bertanggung jawab merekrut agen-agen lapangan IcB. Yang kebanyakan dari pengajuan sukarela kadet-kadet muda Bareskrim dan Jamintel Kejaksaan Agung. Kalau Wakil Menteri Dr. Agus menginginkan sebuah operasi resmi.

 

Keputusan ada di tangan Direktur II Operasi IcB. Letjen IcB Bonnar Hassibuan. Tapi harus dengan persetujuan resmi MenSetneg JendralSetya Bernawa. Pejabat penghubung kekuasaan eksekutif dengan Direktur IcB Jendral Icb Mannaf. Tapi proses itu terlalu panjang. Keluarga tuan Andhre menjadi kepentingan pribadi Partai. Begitu juga masalah-masalah yang mengelilinginya. Terlalu tinggi untuk menjadi urusan negara.

“Baiklah. Saya tahu komisaris sangat capek. Coba pulang dulu, dan istirahat. Saya akan coba memikirkan sebuah jalan keluar. Apa yang bisa di usahakan untuk Komisaris.”  Kata Wakil Menteri Dr. Agus akhirnya.

“Baik. Anda punya nomor Handphone saya, pak Waka. Saya tunggu panggilan dari anda di Hotel.”  Kombes polisi Bagus Wibawa bangkit. Mengulurkan tangan untuk bersalaman. Mereka sepakat untuk berpisah dan Kombes polisi Bagus memberikan hormat untuk yang terakhir. Kemudian dia hentakkan kaki, balik kanan dan terus pergi meninggalkan ruangan.

 

Setelah kejadian di sekolah Dian Harapan. Anggitho tidak lagi bisa bersekolah dengan bebas. Setiap pagi berangkat ke sekolah, tidak bisa tidak. Dua anggota Puspom Kodam dengan seragam harian Angkatan Darat. Sarung pistol di pinggangnya, jacket hijau kanvas yang tebal. Dan baret birunya. Selalu ikut dalam rombongan Metrobuss sekolah. Seperti selalu yang di lakukan oleh pengawal polisi Don juan Sonny Putrahimawan. Saat berjaga, seorang petugas Puspom meminjam kursi kantor di lorong depan kelas. Petugas yang lain membawa kursi kantornya di ujung lorong menuju arah tangga. Ketika tahu Anggitho di temani dua remaja Angkatan Darat yang tampan. Gadis-gadis teman polisi Bripda polisi Sinta mulai ribut ingin kenalan. Beda dengan pengawal polisi Don juan Sonny yang rata-rata sudah berumur dan punya anak isteri. Dua remaja Puspom Kodam ini terbilang darah segar di Resimen. Dan single. Bripda polisi Putri Raemawasti dan Bripda polisi Nirrina Angelinne selalu mendesak Bripda polisi Sinta untuk menghubungi Anggitho. Akhirnya. Tanpa bisa di tawar lagi. Bripda polisi Sinta yang juga dilanda gelora rasa kangen berhasil membujuk Anggitho lewat Handphone-nya. Untuk bertemu di taman dekat lapangan tennis jalan Juanda.

 

Tepatnya di belakang Kosektro Brimob. Kalau Anggitho mau, tentu saja dua remaja Puspom Kodam itu harus ikut serta. Ini jam istirahat. Mestinya mereka harus balik ke Resort untuk melapor dan pulang. Kembali untuk bertugas saat menjelang tengah hari dimana persimpangan akan sangat padat. Tapi tiga polwan cantik-cantik ini malah keluyuran di halaman rumput taman kota.

“Oooh… Angitho, Kau !  Syukurlah kau mau datang.”  Sambut Bripda polisi Sinta yang segera mengulurkan kedua tangan memeluk Anggitho. Sinta sungguh sedang berbunga-bunga. Sejak peristiwa yang membuat Anggitho nyaris terbunuh. Dan kemudian, Lettu infanteri Evie membawa pergi Anggitho tanpa menyertakan dirinya. Sinta selalu di cekam seribu kecemasan. Cemas akan kelanjutan hubungan cinta mereka selanjutnya. Cemas akan nasib dia sendiri kalau ikut di persalahkan atas terjadinya keributan itu.

“Aach… Anggitho. Kau tahu, hari-hari terakhir ini aku serasa mau mati. Tidak memperoleh kabar tentangmu. Kamu bahkan masuk sekolah tanpa sedikitpun menyapa aku.”

Anggitho tersenyum dengan hambar. Meski tidak enak di perlakukan begini di depan kedua pengawal Puspom. Toh Anggitho sudah rindu untuk dipeluk.

“Kenapa Gith… Kamu nggak sayang lagi padaku ?” lanjut Bripda polisi Sinta mengeluh dan ingin segera mendengar jawaban pengakuan dari Anggitho.

Anggitho menggeleng dengan penuh keengganan. Hatinya terasa getir memandang wajah ayu Sinta yang sedang mengharap.

“Maaf… beberapa hari ini aku sibuk dengan lingkungan yang baru.”

                “Lingkungan baru, apa maksudmu?  Apa itu juga termasuk pacar baru… ?” Bripda polisi Sinta menuntut.

Yang di tanya malah mengumbar senyum renyah. Bripda polisi Sinta menganggaap serius ucapan yang Anggitho lontarkan. Pikirnya mungkin, Anggitho sedang di persiapkan oleh orang tua angkatnya untuk pindahan ke sekolah baru. Karena setelah yang terjadi di sekolah Negeri 03 Dian Harapan, setiap orang tua pasti akan berfikir dua kali untuk tetap mempertahankan anak kesayangannya di sekolah yang sama. Apalagi untuk orang tua sekelas beliau nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho. Yang punya banyak pesaing dalam karier militernya. Sehingga setelah ini kemungkinan Bripda polisi Sinta akan sulit ketemu lagi dengan Anggitho. Ternyata tidak.

“Yyeaa… Lingkungan baru. Setidaknya dalam pandanganku. Mau kemana, harus mendapat ijin dulu dari petugas pengawal. Mau ke toilet saja harus di periksa dulu tempatnya. Hanya jika mereka menyatakan lokasi aman, aku boleh pergi. Kelamaan nunggu bisa ngompol di celakan aku. Sangat tidak enak selalu di kawal-kawal begini.”  Kata Anggitho dengan perasaan sedih. Dan itu, cukup menjawab alasan mengapa, dalam beberapa hari ini setelah yang tejadi di sekolah negeri Dian Harapan, Anggitho tidak banyak pergi-pergi.

Bripda polisi Sinta mengangguk paham sembari membalas Anggitho dengan senyum yang tipis menggoda. Senyum yang selalu membuat Anggitho terkenang.

“Ouww… Kupikir, kau mau pindah sekolah.”

                “Mana aku rela. Meninggalkan gadis yang secantik mbak Sinta ini disini. Ntar malah di sambar lagi sama Don juan Sonny itu.”  Anggitho sudah mulai menggoda dengan kenakalannya, dalam nuansa kecemasan Bripda polisi Sinta.

“Ouww… Gith. Kau pasti masih ingat. Ini Bripda polisi Putri Raemawasti…”

Yang di perkenalkan kemudian mengulurkan tangan dan satu persatu para Sersan Pom yang mengawal Anggitho ikut menjabat tangannya. Mulai dari Serka pom. Wahyu  dan, di lanjutkan Serda pom. Sollahudin Setiyadhi. Yang menjabat tangan itu balik menyebutkan nama-nama mereka.

“Dan ini juga, temanku Bripda polisi Nirrina Angelline.”  Bripda polisi Sinta melanjutkan perkenalan temannya. Setelah perkenalan itu dua teman bripda polisi Sinta mulai mengobrol. Merangsek pada pasangan kencan mereka masing-masing. Tapi tidak pernah jauh-jauh dari Anggitho, sebagai orang yang harus mereka lindungi. Bripda polisi Sinta memilih duduk mojok di sebuah balkon taman dari beton cor. Terus bersandar manja di bahu Anggitho.

“Ku pikir aku nggak bisa memilikimu lagi, Gith. Kamu menjadi seperti orang asing lagi bagiku. Tidak bisa di hubungi, malah sekolahpun, tidak sempat melakukan tegur sapa ke seberang sini.”  Bripda pol Sinta melontarkan keluhannya dengan satu desahan yang lirih.

Anggitho merapatkan tangan yang melingkar di bahu Bripda polisi Sinta. Sejenak Anggitho memadang dengan penuh rasa iba.

“Mengapa kau berfikir begitu?  Aku hanya belum terbiasa dengan semua kondisi baru ini.”  Keluh Anggitho yang sama-sama mendesah lirih. Makin Bripda polisi Sinta memanjakan dirinya di bahu pemuda. Anggitho tergerak dan lembut mengecup kening Bripda polisi Sinta.

Kemesraan Bripda polisi Sinta mengundang gelak canda teman-teman yang telah ikut kecipratan bahagia. Setelah saling berduaan beberapa lama, pasangan Bripda polisi Putri dan Bripda polisi Nirrina balik nimbrung ke pasangan Bripda polisi Sinta dan Anggitho.

“Wah… kalian ini. Makin jodoh aja.”  Bripda pol Nirrina berkata-kata canda.

“Bener nih… kita nikahkan  aja.”

                “Uuch… dasar kalian. Emang Na’ib apa ?” bripda polisi Sinta memprotesnya sedikit jengkel. Sebaliknya malah Anggitho sama sekali tidak bereaksi. Selain dari senyum tipis yang bisa memiliki bermacam-macam makna.

“Yyaa… sekarang nikahan pura-pura aja. Ntar baru, nikahan betulan.”  Bripda polisi Putri mendukung.

“Yyaa… ya. Aku setuju itu.”  Sersan pom Sollahudin Setiyadhi mengamini.

“Jadi, gimana dong.”  Tanya Bripda polisi Putri penasaran.

Sebagai jawabannya, Sersan pom. Wahyu Sukarmansyah dan Bripda polisi Nirrina meraih tangan Bripda polisi Sinta dan Anggitho. Di bawanya ke tengah taman yang teduh di bawah sebuah pohon Calathea rosemary dengan daun-daun lebar dan eksotis. Mereka duduk dengan membentuk lingkaran. Anggitho duduk bersimpuh menyanding Bripda polisi Sinta di taman berumput itu, sambil terus berpegangan tangan. Di hadapan mereka ada Sersan muda pom. Wahyu Sukarmansyah yang bertindak sebagai Na’ib. Di kirinya ada Sersan muda pom. Sollahudin Setiyadhi yang berperan sebagai wali pengantin wanita. Sedang Bripda polisi Putri dan Bripda polisi Nirrina bersimpuh di sisi pasangan pengantin yang lainnya sebagai saksi. Serta mereka dengan kreatif-nya membuat replika cincin dari anyaman akar beringin.

“Mas Anggitho Pringadhi. Jabat tangan ini, dan ikuti saya.”  Kata Sersan pom. Wahyu Sukarmansyah yang berlagak seperti Na’ib betulan. Sementara Bripda polisi Putri merangkumkan selembar kain tenun Bali miliknya di kedua pundak mempelai, sebagai kain pengikat hubungan cinta mereka.

“Anda terima nikahnya Sinta Septia Dewi… binti Illyass, dengan mas kawin seperangkat alat shollat dan dua cicin emas seberat sembilan gram yang bertahta Blue Saffire Berlian, di bayar tunai.”

                “Saya terima nikahnya Sinta Septia Dewi,” Anggitho mengulang apa yang di ucapkan Na’ib pura-pura itu dengan serius.

“Bagaimana, saksi-saksi… Sah ?”

                “Syaaahhh… !” semua yang di tanya kontan menjawab dengan semangat.

Anggitho boleh mencium mempelai wanitanya setelah itu. Tapi mereka harus bergegas untuk kembali. Waktu istirahat sekolah Negeri 03 Dian Harapan sudah habis. Bripda polisi Sinta bisa melihat kebahagiaan yang tulus dari seorang Anggitho. Pernikahan yang cuma bohongan. Tapi cukup menjawab sejuta kecemasan yang bergolak di hati Anggitho. Membuatnya semakin mantap untuk kukuh mencintai Bripda polisi Sinta. Mereka sudah berpisah di persimpangan. Dekat denga pos Polantas tempat Bripda polisi Sinta biasa bertugas. Tapi kemudian Anggitho justru melangkah balik secara tak terduga. Menghambur dan memeluk kembali Bripda polisi Sinta.

“Aaach… Gith. Kok balik lagi sih. Masih kangen ya…” Bripda polisi Sinta menanya dengan senyum, sembari tubuhnya masih di rengkuh oleh pelukan hangat Anggitho.

“Aaach… Sintttaaaaa, sekarang… benar-benar… kau… mmmillllikkkku… ya ?”

                “Iya. Sekarang, aaku ini… milikmu seorang.”  Bripda polisi Sinta meyakinkan masih dalam dekapan erat Anggitho.

Anggitho termanggu. Tapi kemudian berusaha untuk tersenyum. Sambil mengendurkan pelukan itu. Bripda polisi Sinta terbebas sudah. Di saksikan teman-teman polisi yang tersenyum malu-malu di pintu belakang pos Polantas. Juga senyum dari kedua Sersan muda Puspom Kodam yang tugasnya mengawal Anggitho, di seberang sana. Membuat wajah Bripda polisi Sinta memerah pucat. Di landa perasaan malu yang sangat. Karena ternyata tidak hanya mereka. Beberapa pengendara mobil dan motor yang kebetulan lewat selepas antrian lampu merah, ikut pula tersenyum dengan perbuatan mereka.

“Sudah Gith… Ntar kita masih bisa ketemu lagi. Masih banyak waktu setelah jam sekolah usai.”

                “Iyyaa… nich. Nggak enak juga menjadi tontonan banyak orang.”

                “Sudah gih… balik sana.”

                “Kita ketemu lagi nanti, yyaaa ?” desah Anggitho dengan penuh harap.

“Iyyaa… Ntar jangan lupa Call me dulu, ok.”

Bripda polisi Sinta mendesah. Berat juga ternyata melepas kekasih yang kini telah melenggang pergi bersama kedua provoost tentara pengawalnya. Walau itu ternyata mungkin hanya sementara saja. Toh hati kecil wanita ini serasa menjerit. Seakan Anggitho akan pergi bertahun-tahun lamanya. Meninggalkan dia seorang. Mereka menyeberang di tengah jalur satu arah persimpangan jalan Juanda yang sedang menyala merah.

 

Sidang terbatas Polkam yang di selenggarakan di Istana tetap memutuskan untuk pengerahan duapuluh empat ribu anggota Pam Swakarsa brigade maut SouMed. Mereka sudah semakin mantap karena di pusat komando kaki Gunung Putri-Cibodas, kini juga di sokong oleh sekitar tigapuluh limaribu pasukan elite. Di istirahatkan dalam tenda-tenda satuan yang bertebaran banyak sampai berkilo-kilo jauhnya. Pasukan Rimbasti JendralBambang Wisesha di dukung oleh armada Renault/Saviyem VAB yang di persenjatai varian Browning M-2Hb kaliber 12.7mm full otomatis dan Cadhillac Gage V-150. Sejumlah mobil toyota Hilux Minor Change 200 LS Standar Spec dan para komandannya membawa jeep Korean Mambo. Pasukan KomeRad JendralDewa Made Geigeer Sudhiarta yang merupakan unit pemukul banyak di lengkapi dengan Pansher Renault/Saviyem VAB, dan Cadhillac Gage V-150 dengan proteksi pemakaian roda berteknologi run flat. Di persenjatai kanon kaliber 90mm beserta dudukan senapan mesin koaksial kaliber 7.62mm. Bisa menembakkan roket anti tank, bom maut anti personel dengan radius ledakan hingga 300 meter, dan smoke bomb.

 

Personel diangkut dengan mitsubishi Coltdiesell HD-150Ps kapasitas satu pasukan berikut kebutuhan logistik untuk kesiapan tempur garis pertama. Mereka juga di lengkapi armada Hilux Minor Change 200 LS Standar Spec untukk pleton pengintai. Dan para komandannya membawa jeep Korean Mambo dengan antena komunikasi sepanjang empat meter di belakang. Seluruh total kekuatan kavaleri yang mereka punyai saat ini sekitar tigaratus unit Pansher Renault/Saviyem VAB, dan Cadillac Gage V-150 meriam. Lawan mereka, Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menguasai sekitar empatribu Pansher dan tank artileri berat sekelas Shermman M-1A Abrahaam untuk tigapuluh duaribu pasukannya. Jendral Dewa Made Geigeer Sudhiarta beranggapan, akan sulit memenangkan pertarungan ini bila akhirnya mereka tetap harus berperang. Tapi toh perintah tetap harus di jalankan. Kalau sedikit saja mereka bisa berkompromi dengan kepala batu Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo. Sehingga mereka tidak harus mengalami penderitaan yang sesakit ini. Pada petang di hari yang sama dengan kesibukan konsolidasi pasukan di Gunung Puteri-Cibodas.

 

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sedang menerima undangan malam bersama isteri dengan keluarga kepala-kepala Ditro dinas rahasia Bosma di Kantor Ditro-9 Banker bawah tanah pangkalan rahasia Sediyatmo. Salah satu hal yang menarik tentang undangan perjamuan adalah, sesungguhnya ini di buat kejutan untuk merayakan hari kelahiran Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Yang sudah seringnya, karena suka larut dalam kesibukan-kesibukan pekerjaan dinas sehingga melupakan hari ulang tahunnya sendiri. Perjamuan juga mengundang sejumlah orang dekat Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke saja, seperti MenPangab Marsekal Pnb. Haryo Setiawan, yang sangat bertolak belakang pandangan politiknya dan senantiasa di buat malu oleh sikap-sikap tidak terpuji mantan bawahannya sendiri. Marsekal Pnb. Iskandarsyah Latief. Ada Kasal Laksamana laut Hermanto Alli Bachtiar, yang salah satu divisi-nya berjasa besar mengamankan eksistenti Metro Willis. Kasad JendralFakhruddin Harry Wahyudhi yang bersama-sama dengan Menpangab, menjamin loyalitas para Panglima-Panglima Komando Militer Daerah pada kekuasaan mutlak Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke.

 

Serta Danjen Divisi mobil lapis baja Brimob Jendral polisi Albert Rimmus Reway Hapossan Situmorang. Yang unit-unit pasukannya banyak bertanggung jawab atas penyelamatan darurat putra-putri keluarga diplomatik dalam penyamaran ketat, Imperium business al-Zayyeed Husni. Kemudian masih ada, MenHub Komjen polisi Yuddi Sudhiyat Winarko, Mendag Ir. Yetti Sri Nurraima Gusti, dan Jaksa Agung Komjen polisi Firdha Rahayu Wilujeng. Bahwa menurut kebiasaan mereka suka merayakan pesta-pesta penting di Convention Hall sekelas Hotel Melia, Mall of Indonesia, atau di Two Island Hillton-Bali. Tapi kondisi negara memaksa mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan sendiri daripada sekedar Kehormatan. Apalagi telah ada kabar santer yang beredar bahwa kepala Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di hargai seratus milyar oleh Danjen Rimbasti, JendralBambang Wisesha. Itu memancing hasrat para anggota pasukan elite Rimbasti yang kreatif untuk mencari jalannya sendiri membunuh orang nomor satu di Lingkungan Angkatan Bersenjata Indonesia ini. Sekaligus makin membuka jurang permusuhan antara Satuan elite  pro Istana dengan sejumlah besar Panglima Kotama yang membela kepentingan Jendral Bosma Ingenieur Youkke.

 

Tidak seperti kebanyakan satuan infanteri utama dalam Kementerian Pertahanan. Rimbasti adalah pasukan kecil dengan sumberdaya tidak terbatas. Tidak karena subsidi Pemerintah. Tidak karena alokasi anggaran paling besar dari APBN. Melainkan karena sponsor pribadinya dari para investor minyak asing dan pertambangan-pertambangan yang dia lindungi. Tidak seperti formasi tempur yang biasa di punyai kompi KomeRad kebayakan. Dimana Setiap satuan setingkat kompi selalu di perkuat dengan satu unit Pansher Renault/Saviyem VAB atau Cadillac gage V-150 meriam, satu unit pengintai Toyota Hilux Minor Change 200 LS Standar Spec yang terkadang juga diperkuat dengan dua laras meriam Cannon automatic 30mm anti pesawat. Satu jeep Korean Mambo untuk mobilisasi Dan Kompi. Serta tiga unit mitsubishi Coltdiesell HD-150Ps untuk pasukan. Pasukan Rimbasti sudah punya formasi tempur setiap kompi dengan delapan unit Pansher Renault/Saviyem VAB dan dua unit Pansher Cadillac gage V-150 meriam untuk bantuan tembakan. Di tambah unit pengintai Toyota Hilux Minor Change 200 LS Standar Spec dan jeep komando Korean Mambo untuk mobilisasi Dan Kompi.

 

Sehingga total mereka bisa bisa mengerahkan 250 unit Pansher lapis baja ke medan tempur. Hampir menyamai kesanggupan divisi KomeRad JendralMade Geigeer Sudhiarta yang mengendalikan sekitar lima divisi khusus pasukan. Komandan Jendralnya, JendralBambang Wisesha juga terbilang Panglima komando yang secara pribadi paling kaya di antara Kowalsus dan KomeRad. Yang secara prinsip membela mati-matian kepentingan politik Tuanku Baginda Presiden Albertinus Senno Suhastommo. Pada kenyataannya, sifat manusiawi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Yokke. Yang mengambil sikap menolak tindakan mengobarkan perang sipil dengan mempergunakan tangan dingin Pam Swakarsa SouMed sekedar demi menjaga keutuhan bangsa ini. Telah di tanggapi sangat berlebihan. Dan sampai membangkitkan antipati kalangan perwira-perwira pro Istana. Sehingga yang terjadi hanya keputusan-keputusan sepihak yang tidak mengakhiri ketegangan. Melainkan justru memicu tindakan antipati dan permusuhan yang semakin dalam antar petinggi Angkatan Perang. Yang semakin membawa nasib negara ini ke tepi jurang kehancuran. Dalam rapat konsolidasi terakhir yang melibatkan semua petiggi OcC dalam organisasi FeBo FeGoz. Freedom General Officer Organization.

 

Semakin kuat suara-suara di daerah yang menuntut Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke mengambil sikap tegas. Mengakhiri petualangan politik dan kekuasaan Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo yang dianggap selalu menindas rakyatnya sendiri. Menjadi kacung investor-investor minyak asing dan pertambangan-pertambangan yang terlalu serakah. Tidak menyisakan sedikit saja kemakmuran kepada rakyat pribumi. Mereka tidak mau melihat nasib Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke karena sifat ragu-ragu dan enggan menyandang nama buruk Pemberontak. Di seret ke depan regu tembak oleh kekuasaan diktator Tuanku Baginda President Suhastommo, sebagai seorang Pecundang. Harus ada semacam Dewan Transisi Nasional untuk mengakhiri kezaliman Pemerintahan Tuanku Baginda President Suhastommo dan untuk mengembalikan kedaulatan negara ke tangan rakyat. Harus ada kesepahaman ulang dengan para investor asing yang menguasai 95% sumberdaya alam Indonesia.

 

Atau mereka dipaksa angkat kaki dari bumi Indonesia melalui proses Nasionalisasi. Untuk semua harapan itu mungkin, perang memang jalan satu-satunya demi membersihkan korupsi dan perampokan besar-besaran kekayaan alam bangsa ini dalam Pemerintahan Tuanku Baginda President Suhastommo. Tapi sampai sejauh ini tuntutan-tuntutan daerah itu belum menjadi perhatian utama Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Simpatinya sebagian besar masih tercurah pada bagaimana mencegah pertumpahan darah yang akan di lancarkan anggota brigade maut SouMed. Yang sepenuhnya mendapat perlindungan dari pasukan elite Rimbasti. Dan menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa Mahasiswa dan warga masyarakat Jakarta yang tidak berdosa itu dari pembantaian. Di salah satu lantai bangunan Bunker bawah tanah Pangkalan militer Sediyatmo ini terdapat aula besar yang di sulap menjadi tempat perjamuan sangat mewah. Yang menjadi tuan rumah perjamuan ini, adalah Kepala Ditro-9 Bosma, Letnan Jendral Bosma Dharto Gummarang Hadibrata. Karena perjamuan untuk merayakan hari penting seorang pahlawan setinggi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Semua orang nampak bersemangat.

 

Meskipun di luar sana kondisi Ibukota sedang genting. Gurauan orang yang sedang mencicipi Wine dan Champagne terdengar di setiap sudut ruangan. Juga suara orang-orang yang ingin berbicara keras-keras untuk mengatasi kebisingan pesta hari itu. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sebagai orang yang di anggap penting di pesta ini, di kerumuni tamu-tamu undangan. Termasuk beberapa Kepala Ditro-Bosma yang menganggap diri mereka orang penting. Sementara beliau Mademoiselle Hj. GKSPPBR Aj. Haennisfhierra Farramurthi Isnna Ingenieur membawa serta Lubherta Ayu Immelvitcha Yusvia Ingenieur Husni. Puteri kesayangannya yang baru berumur tiga tahun. Bersekolah di kelas yunior Yayasan Paud Karreninna Bina Bangsa, kawasan Cengkareng. Basa-basi perkenalan tidak berlangsung lama. Setelah menyerahkan Ayu Immelcitcha Yusvia pada dua asisten pribadinya yang ikut.

 

Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna Ingenieur mendapat posisi terhormat. Duduk di samping beliau nyonya Dahlianti Gummarang. Di sebelah yang lain di kepala meja utama ada Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Yokke, suaminya. Yang kali ini berdampingan dengan Jendral Bosma Dharto Gummarang Hadibrata. Ada hampir duaratus tamu undangan. Mengelilingi empat meja panjang yang berderet-deret nyaris memenuhi ruangan Aula. Meja utama adalah satu dari dua meja yang di tengah. Berisi limapuluh orang undangan, dan hanya orang-orang berpangkat tertentu di lingkungan teras Markas Besar Bosma. Sehingga meja utama ini memang hanya untuk orang-orang yang di anggap paling terhormat saja. Dan Hyang Mulia Jendral besar Bosma, sebagai orang paling berkuasa di Institusi ini jelas menempati kursi paling bagus di antara mereka. MenPangab Marsekal Pnb. Haryo Setiawan beserta Isterinya yang berpandangan sama tentang perlakuan tidak adil Kabinet Tuanku Baginda Presiden Suhatommo yang demi keserakahannya hendak menyingkirkan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke.

Kasal Laksamana laut Hermanto Alli Bachtiar yang harus datang sendiri karena Isterinya sedang berobat ke Singapura. Kasad JendralFakhruddin Harry Wahyudhi yang Isterinya terbilang cukup dekat dengan Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna Ingenieur. Serta Danjen divisi lapis baja Brimob Jendral polisi Albert Rimmus Reway Hapossan Situmorang yang menduda merupakan orang kepercayaan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di Institusi Kepolisian. Lalu MenHub Komjen polisi Yuddi Sudhiyat Winarko beserta Isteri, Mendag Ir. Yetti Sri Nurraima Gusti dengan suaminya yang seorang Industrialis kaya-raya justru karena kedekatan dengan pihak Istana, dan Jaksa Agung Komjen polisi Firdha Rahayu Wilujeng dengan suaminya.

“Apa tidak ada rencana untuk… suamDewa Mademoiselle BRAj. Isnna… mengambil langkah… tegas ?” nyonya Dahlianti Gummarang menanyakan dengan was-was.

“Kalau maksud tindakan tegas itu, memulai Makar… Tidak. Mas Youkke belum sampai berfikiran kesana.”

                “Ini bukan persoalan Makar kepada siapa… Atau, siapa menjatuhkan siapa. Tapi jelas, Tuanku Baginda President Suhastommo demi untuk memenuhi ambisi keserakahannya ingin mempergunakan tentara untuk menindas rakyatnya sendiri. Dan untuk tujuan itu, sudah pasti dia akan menjatuhkan Hyang Mulia Jendral besar Bosma. Suami anda, Mademoiselle Isnna.”  Demikian Isteri Jendral Dharto Gummarang itu yang di dukung seratus persen oleh Jaksa Agung Komjen polisi Firdha Rahayu Wilujeng.

“Yyeaaa… sayangnya itu betul.”  Dengan desahan bernada kesal Mademoiselle Isnna menjawab.

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sendiri terlibat percakapan yang serius dengan MenPangab Marsekal pnb. Haryo Setiawan. Dan kemudian ganti berbincang dengan Danjen pasukan Lapis Baja Brimob Jendral polisi Albert Rimmus Reway Hapossan Situmorang.

 

Dalam pandangan Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna, mereka sedang serius memperbincangkan rencana penyerangan dengan senjata tajam Pam Swakarsa brigade maut SouMed. Yang akan di sokong oleh kekuatan tempur penuh resimen elite Rimbasti.

“Dengar, aku tidak perduli saat akhir pekan nanti Tuanku Baginda President mengumumkan pergantian pucuk Pimpinan Bosma yang baru sekali ini terjadi. Atau mengerahkan sepasukan Puspom Tentara untuk menyeretku ke Penjara. Tapi jelas bahwa prioritas operasi kita, menyelamatkan sebisa mungkin Mahasiswa dan warga masyarakat tidak berdosa yang sedag melakukan aksi mogok duduk di jalanan. Tidak boleh ada darah yang tumpah di bumi Pertiwi ini oleh sepasukan Iblis yang mengaku Islam.”  Kata Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke dengan muram.

“Saya mengerti.”  Jendral Bosma Dharto Gummarang selaku tuan rumah menyambut. “Tapi demi kelangsungan Organisasi Perwira Merdeka. Freedom Generall Officer Organization. FeGoz. Bahkan demi mengembalikan hak rakyat yang telah di rampas dengan kejam oleh Investor-investor minyak asing dan tambang-tambangnya. Penyelamatan anda, adalah masih prioritas.”

                “Aku ini bukan prioritas. Popularitasku hanya simbol untuk menunjukkan eksistensi FeGoz. Kekuatan yang sesungguhnya adalah perwira-perwira muda merdeka yang berfikiran maju. Yang progresive revolusioner demi untuk kemaslahatan dan kemakmuran rakyat itu sendiri. Mereka yang harus kita dukung untuk mampu mandiri dan memutuskan yang terbaik bagi bangsa ini. Jangan aku.”  Kata Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke lagi.

“Bagaimanapun, Hyang Mulia Jendral Youkke. Betapa besarnya mereka menguasai asset pertahanan Republik ini. Mereka tetap butuh kepemimpinan anda untuk bergerak. Mereka patuh dan loyal pada perintah anda. Dan karena itu juga mereka ini kuat. Semuanya percaya pada anda, Hyang Mulia Jendral. Jika anda sendiri ragu, maka habislah Popularitas FeGoz. Dan, bukankah hal demikian ini yang di tunggu-tunggu oleh Tuanku Baginda President Suhastommo.”  MenPangab Marsekal pnb. Haryo Setiawan memperingatkan.

“Itu pasti.”  Kata Danjen pasukan lapis baja Brimob Jendral polisi Albert Rimmus Situmorang mendukung. “Lalu bagaimana antisipasi kita dengan pengumuman Tuanku Baginda President besok ?”

Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna ikut merasa cemas dengan topik pembicaraan para suami itu. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di kenal kukuh dalam menjaga kehormatan pribadinya. Di hadapkan pada permusuhan dengan Pimpinan negara tempat dia sendiri mengabdi, ini sungguh ironi. Di sisi lain Hyang Mulia Jendral besar Bosma itu juga tidak bisa melihat ribuan nyawa rakyatnya sendiri yang tanpa dosa di bantai habis-habisan. Oleh sekumpulan milisi yang dibiayai diam-diam oleh Pemerintahnya. Singgasana militernya ini dia bangun sejak dari bawah. Bukan karena promosi seseorang, atau kebaikan Pimpinan Negara kala itu. Ingenieur Youkke muda. Yang kala itu masih seorang Mayor teritorial. Mengendalikan operasi inteligent di tingkat Kodam. Merasa tersentuh dengan kondisi para isteri tentara yang masih harus berhutang agar tidak terusir dari kontrakkannya. Sementara suami yang di cintai bertugas mempertaruhkan nyawa demi bumi Pertiwi di perbatasan. Gaji tentara saat itu memang kecil. Padahal jasa mereka tidak terbayarkan demi keutuhan Republik ini. Melihat satu-satunya peluang waktu itu.

 

Jendral Ingenieur Youkke meminta jatah MenHub dan Perdagangan demi mendukung impiannya di tingkat kebijakan. Semua usaha bersama Tentara kemudian di satukan dalam payung sebuah Holding Company. Armada angkutan darat ketiga Angkatan menjadi satu Manajeman. Armada Pelayaran di perkuat dengan sistem pengelolaan profesional yang tidak mungkin di laksanakan oleh Tentara. Seluruh jasa angkutan barang harus di kelola oleh Serikat Pekerja Tunggal dan di kontrol penuh oleh Holding Company. Kendaraan milik swasta ikut di ambil alih dengan sistem sewa. Traffic Manajeman Centre di luncurkan untuk mengendalikan armada Truck yang begini besar. Semua ditangani oleh ahli-ahli dari Husni Trade Corporation.

 

Yang berpengalaman mengendalikan perdagangan dan business di seluruh dunia. Tidak ada lagi persaingan dimana Perusahaan besar menjatuhkan industri-industri kecil. Semua angkutan barang diperlakukan tarif sama. Perusahaan besar menjadi tidak terlalu untung, sebaliknya industri kecil tidak rugi besar karena tingginya biaya angkutan. Holding Company juga mengendalikan pelayaran kapal-kapal dagang dan Tankers. Walaupun Investor-investor minyak asing yang menguasai tambang-tambang Indonesia. Tidak pernah bisa mereka mempergunakan kapal-kapal dari negara mereka sendiri untuk mengangkut hasil tambangnya. Atau tidak akan pernah di ijinkan berlayar oleh Syahbandar. Kapal-kapal asing hanya merapat ke Indonesia untuk membongkar barang-barang Import. Seluruh proses Export bahan tambang di tangani oleh kapal-kapal anggota Serikat dalam negeri yang di kendalikan Holding Company. Setelah menguasai berbagai bidang jasa angkutan barang, keuntungan yang berlimpah mengalir ke Holding Company. Kemudian industri-industri baru Holding Company yang kebanjiran modal mulai merambah ke bidang usaha real estate. Pembangunan tower-tower apartement murah bagi keluarga Prajurit.

 

Usaha asuransi kesehatan dan pendidikan keluarga Prajurit mendatangkan banyak kemudiahan bagi anak-anak mereka. Selain asuransi pendidikan dan real estate Holding Company ikut pula berinvestasi ke pasar saham. Investor-investor minyak asing yang dengan serakah mengeruk kekayaan alam Indonesia, menjadikan rakyat pribumi sebagai budak. Sebagian sahamnya ikut terbeli di bursa-bursa saham internasional. Sehingga dolar kembali mengalir ke dalam negeri. Sebagian lagi keuntungan di investasikan untuk kendaraan baru built-up untuk memperkuat pertahanan negara. Sehingga tanpa campur tangan Pemerintah, Tentara yang bernaung dibawah organisasi FeGoz bisa memiliki tank-tank tempur artileri berat sekelas M-1 Abrahaam. C-47 Chinoock helikopter angkut. AH-64 Apache helikopter serbu anti tank. Dan mobil-mobil mahal sekelas Humvee dan Pansher lapis baja Bradley. Margin keuntungan yang mengalir kembali ke pundi-pundi Holding Company dibagikan sebagai bonus jabatan setiap prajurit yang bergaji rendah hingga lima kali gaji pokok. Semua ini karena modernisasi Primkop AB menjadi Holding Company yang profesional di bawah supervisi ahli-ahli keuangan Imperium business Husni Trade Corporation.

 

Hasilnya luar biasa. FeGoz tumbuh subur di resimen-resimen tingkat Kodam. Teritorial menjadi sangat populer dan mengalahkan wibawa garis komando yang sesungguhnya. Seiring dengan kenaikan pangkat Jendral Ingenieur Youkke. Popularitas FeGoz dengan mafia Inteldam-nya yang tergabung dalam OcC. Makin kuat menancapkan kuasanya dan menjadi lebih kuat dalam menentukan kebijakan kebijakan operasi ketimbang Panglima sendiri. Ketika Jendral Ingenieur Youkke menguasai Bosma dan di setarakan pangkatnya menjadi Hyang Mulia Jendral besar. KasIntel yang menjadi anggota dewan OcC di setiap garis komando Kodam sudah berbentuk second kabinet dalam kepemimpinan Panglima. Sehingga sanggup mengubah apapun yang menjadi keputusan Pangko Daerah Militer Jawa V. Dan bisa memaksakan kebijakan yang mungkin saja bertentangan dengan Pemerintah Pusat. Pimpinan yang dianggap tidak kompromistis akan di singkirkan dengan mudah oleh kuasa tangan besi Bosma. Setelah tentara menjadi sedemikian kuat di tangan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Tentara memutuskan keluar dari kancah politik dan tanggung jawab keamanan dalam negeri. Tentara hanya mengurusi perbatasan dan tugas-tugas kemanusiaan di luar negeri.

 

Selain dari, dengan wewenang Konstitusi Tuanku Baginda President mengumumkan dekrit yang menyatakan kondisi negara dalam bahaya perang. Tentara tidak di perbolehkan dalam kondisi bagaimanapun mencampuri urusan dalam negeri. Dalih ini pula yang menjadi dasar penolakan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke untuk mengerahkan tentara meredam protes kemarahan rakyat. Sudah pasti, tindakan Kasau Marsekal pnb. Iskandarsyah Latief yang melibatkan enamribu pasukannya untuk mendukung garis politik Tuanku Baginda President Suhastommo di anggap sebagai aksi pembangkangan dalam kebijakan FeGoz. Akibat yang sangat serius akan di terima Angkatan Udara atas pengkhianatan pucuk Pimpinannya ini. Sebagai konsekwensinya, Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke juga merintahkan basis-basis komando Saber Udara. Yang pangkalannya selalu di kitari pagar kawat tinggi beraliran listrik di lingkungan yang sama dengan pangkalan-pangkalan Skyhawk Angkatan Udara, Hawk Mk-209, Su-27 Sukhoi, dan F-16 Falcon.

 

Di tangan Saber Udara ini di tempatkan pod peluncur rudal-rudal AIM-7 Sparrow, dan  AN/ALQ-99E Tactical Jamming Package.  Terpasang juga pod peluncur AIM-132 Asraam/Advanced Short Range to Air Missile  buatan Inggris, BAe-Sky Flash yang setara dengan AIM-7 Sparrow dan Stringer.  Pod peluncur rudal-rudal Seacat, Rapier, Stringer dan senjata mesin ganda kaliber 20mm jenis M-61 Vulcan yang menggunakan sistem Gatling. Memiliki sistem operasional hidrolis dan ditembakkan secara elektris. Dengan daya serang hingga 6.600 putaran peluru per-menit. Di sokong dengan sistem radar AN/APQ-180 yang efektif mendukung misi serangan anti pesawat musuh. Dengan kamera pengintai yang berdaya putar 360O dan kemampuan night-vision. Pesawat di ketinggian rendah sangat mudah di hancurkan oleh meriam otomatis ini. Senjata-senjata hebat ini di siapkan untuk menangkis serangan udara musuh. Tapi siapa yang berani jamin, senjata itu tidak di tembakkan untuk pesawat-pesawat pangkalan sendiri. Saber Udara juga menguasai armada Huey AH-64 Apache, Huey UH-60 Black Hawk untuk patroli udara, dan masih di perlengkapi CH-47 Chinoock untuk gelar pasukan.

 

Semua dibeli dengan pundi-pundi keuntungan Holding Company yang tidak terbatas. Ancaman dari satuan Saber Udara itu di tanggapi serius oleh para komandan Pangkalan sehingga tidak satupun pesawat tempur milik AU mendapat perintah terbang. Padahal Kasau Marsekal pnb. Iskandar Latief sudah bersusah payah mencari tahu skuadron mana yang mampu secepatnya terbang mencapai Jakarta untuk melumpuhkan unsur-unsur kekuatan Bosma. Alasan lain yang tidak di pungkiri para komandan Pangkalan itu adalah, Jakarta secara de fakto merupakan kawasan larangan terbang. Setiap pesawat yang terbang lintas tanpa ijin di wilayah udara Jakarta, akan di tembak jatuh. Tidak saja oleh roket-roket pencari panas AIM-132 Asraam/Advanced Short Range to Air Missile  buatan Inggris, BAe-Sky Flash yang setara dengan AIM-7 Sparrow, Rapier, Stinger, atau Matra milik Bosma. Tapi juga oleh meriam-meriam Arhanud 30mm milik KomeRad dan Rimbasti sendiri. Sebuah dilema yang sungguh Ironi.

Marsekal pnb. Iskandar Latief sendiri menyadari benar hal itu. Karena jika wilayah larangan terbang itu di langgar, mereka sendiri menghadapi ancaman serius helikopter-helikopter tempur AH-64 Apache, dan Mi-35 Hind yang dalam garis komando berada di bawah kewenagan mutlak Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Pada kesempatan lain beliau Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna berbicara dengan salah seorang tamu yang tidak menyolok. Tapi sangat penting artinya bagi keluarga Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke secara pribadi. Nyonya Panglima divisi kelima, Kodam Jatim Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho.

 

Undangan khusus yang repot-repot datang dari Tokyo-Jepang, karena permintaan yang sangat pribadi darDewa Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna. Sebelum dia sempat mengakhiri tugas studi banding dengan sejumlah anggota diklat Lemhanas yang lainnya. Tidak banyak orang tahu, keterkaitan pribadi nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho ini dengan keluarga Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Apalagi soal penyamaran Highness of Prince Demmetrio Alexandher Josse Ingenieur di lingkungan keluarga asuhnya. Bahkan di kalangan orang Bosma sendiri. Nampaknya ketika Anggitho Pringadhi menjalani program penyamaran ketat dalam Naturalisasi Kerakyatan Husni. Ada campur tangan beliau Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna secara pribadi. Sehingga di tengah jalan, Anggitho bisa di pindahkan dari sekedar menjalani dunia pendidikan agamis yang ortodoks. Masuk ke dunia pergaulan bebas dengan latar belakang keluarga asuh seorang Pangko Daerah Militer Jawa V yang di hormati.

 

Tidak perduli keputusan itu melanggar aturan baku protokol rumah tangga Husni, yang di patuhi tanpa cela oleh delapan keluarga menantu diplomatnya yang lain. Atau membuat Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke harus berfikir keras menjelaskan kepada keluarga Ipar-Iparnya yang selama ini masih patuh dan loyal dengan aturan itu. Meski semua lembaga-lembaga keamanan di negerinya sendiri menentang habis-habisan. Nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho sudah mengenal beliau Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna jauh sebelum program Naturalisasi keluarga Husni itu di jalankan. Artinya mereka sudah berteman dekat sejak lama. Mereka sudah saling mengerti satu sama lain, dan saling bisa menjaga untuk tutup mulut. Kalau tidak salah, Mayjen infanteri Estianni sendiri pernah menjadi wakil Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke saat masih bertugas di Teritorial Asintel Kodam Udayana-Bali. Di sana mereka menjadi dekat secara pribadi.

 

Salah satu topik hangat yang mereka bicarakan itu, adalah soal penyerangan Geng senior Persaudaraan Karate sekolah yang di komando Don juan Sonny Putrahimawan. Hingga membuat semua personel keamanan Perwakilan departemen Lima kawal pribadi Bosma di Kondo mewah Natrium Prespekz sebagai kepemimpinan kolektif. Dengan empat unsur kawalanya yang masing-masing beranggota delapan orang. Berada langsung dibawah koordinasi kepala protokol dan pengacara rumah tangga, Dr. Anissa Tiara Widhuri SH, Js.D. Sempat menjadi kelabakan. Hingga membuat Anggitho nyaris terbunuh. Makan malam, sebagaimana yang menjadi kebiasaan, betul-betul enak. Dengan butler-butler profesionel dari kontraktor Pesta sebuah hotel berbintang yang cukup ternama di Jakarta. Berikut Chef dan koki-koki terbaiknya yang di boyong ke Markas Ditro-9 Bosma ini. Tentu saja setelah melalui beberapa tahap tes keamanan yang rumit.

 

Soalnya mereka, pasti tidak mau Pimpinan tertinggi organisasinya meninggal di Markas Ditro ini gara-gara keracunan makanan. Setelah selesai nyonya Dahlianti Gummarang berkata kepada tamu-tamu di sebelahnya.

“Setelah ini kita lanjutkan acara minum teh, Mademouselle… Jeng Anni.”

Nyonya Dahlia bangkit bersama-sama dengan yang lain, meninggalkan mejanya. Mula-mula dia mengajak Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna. Kemudian juga dengan nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho yang sejak awal selalu di dekat Mademoiselle Isnna. Yang lain segera mengikuti Jendral Bosma Dharto Gummarang sebagai tuan rumah. Ruang Saloon Adalah aula pertama tempat mereka tadi menikmati suguhan Wines dan Champaqne. Yang di kelilingi dengan soffa-soffa melingkar di seluruh ruangan Dengan altar terbuka yang bisa menampung banyak orang. Dan sedikit meja-meja saji untuk camilan dan hidangan ringan. Sebagian besar wanita duduk di soffa-soffa. Tapi hampir semua pria memilih untuk berdiri dan membaur dalam kelompok mereka sendiri. Kopi-kopi yang masih hangat di suguhkan para butler. Yang tidak suka kopi masih bisa mencicipi kembali Wines, atau bahkan brandy.

 

Di tempat berkumpulnya para tamu penting. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke masih di kerumuni para koleganya. Serius mendengarkan usulan-usulan dari MenPangab Marsekal Pnb. Haryo Setiawan soal Marsekal Pnb. Iskandarsyah Latief. Kepala Ditro-9 Bosma Jendral Bosma Dharto Gummarang, Kasal Laksamana laut Hermanto Alli Bachtiar dan Kasad JendralFakhruddin Harry Wahyudhi.

“Kalau benar Marsekal pnb. Iskandar Latief akan mengerahkan armada udaranya untuk menggempur Sediyatmo, kita butuh lebih banyak rudal penangkis serangan udara di sini. Tapi saya kira, kekurangan itu cukup terpenuhi oleh batalyon Arhanud Pangkalan Sediyatmo ini dan konsentrasi peluncur AIM-132 Asraam/Advanced Short Range to Air Missile  di pangkalan kapal selam Penjaringan.”

                “Dalam kondisi sekarang ini, aku ragu Marsekal pnb. Iskandar Latief benar-benar akan menggunakan pesawatnya. Atau kalau dia bersikeras, apakah komandan-komandan pangkalannya ada yang berani menerbangkan pesawat mereka dan memancing insiden serius dengan resimen Saber Udara. Karena begitu mengudara, pesawat itu akan langsung di tembak jatuh.”  Kata Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke mengingatkan.

Tamu-tamu yang hadir manggut-manggut, dan terutama Jendral Bosma Dharto Gummarang. Dia sebagai kepala Ditro-9 yang membawahi langsung resimen-resimen Saber itu. Telah mengirimkan sendiri radiogram perintah Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke itu ke pasukan di seluruh Indonesia. Mereka tahu di Pangkalan militer Sediyatmo ini terpasang pod peluncur rudal-rudal AIM-7 Sparrow, Stringer, dan  AN/ALQ-99E Tactical Jamming Package. Sedang di Pangkalan kapal selam Penjaringan yang juga komplek peristirahatan resmi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke, terpasang pod peluncur AIM-132 Asraam/Advanced Short Range to Air Missile  buatan Inggris, BAe-Sky Flash yang setara dengan AIM-7 Sparrow dan Stringer. Pesawat-pesawat itu bahkan akan di tembak saat melintas di atas Istana Tuanku Baginda Presiden. Setelah bisa meyakinkan para tamunya, Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke kembali menyinggung soal mahasiswa.

“Kalau kita bisa menyusupkan unit-unit tercover pasukan Saber ke tengah demonstran itu, mungkin aku bisa sedikit tenang. Tapi pasti akan sulit untuk memasukkan senjata ke tubuh mereka. Tanpa harus di curigai demonstran yang lain.”

Pertanyaan itu di tanggapi oleh Kasad JendralFakhruddin Harry Wahyudhi yang kemudian memberikan usulannya.

“Kita… eee… er, bisa menempatkan orang-orang Intel dengan gerobak Ice Cream yang kehabisan dagangan. Gerobak itu kita bongkar lalu, isi dengan amunisi dan senjata para penembak Saber. Setidaknya cukup tempat untuk masing-masing delapan senjata anggota Saber berikut amunisi untuk kesiapan tempur garis pertama. Ini trik yang biasa kita lakukan di operasi penjebakan anti teror.”

                “Saya sangat setuju dengan ide itu. Jendral Bosma Dharto Gummarang bisa menyiapkan sumber daya di Pangkalan ini. Atau menggunakan pasukan yang di Mako Kodam. Lebih dekat ke Istana. Lalu team kita luncurkan dengan mobil-mobil Daihatsu Grandmax tanpa identitas. Inteligent akan bekerja dengan tangan dingin. Mengambil alih pusat industri pemasaran Ice Cream Jakarta pusat malam sebelum operasi. Dengan sedikit uang tutup mulut pasti cukong pemilik gerobak-gerobak Ice Cream itu tidak keberatan. Tidak ada waktu untuk membuat duplikat gerobak dengan becak kayuhnya. Kita keluarkan semua isinya dan ganti dengan senjata-senjata yang di butuhkan. Dan sebar para Intel ke ujung-ujung jalan yang kemungkinan menjadi chek point serangan Pam Swakarsa brigade maut SouMed.”

“Betul. Tapi jangan lupa, di jalan-jalan yang menjadi arena unjuk rasa duduk-duduk bisu masyarakat itu juga di blokir oleh anggota polisi yang belum jelas kemana arah dukungan jendral-jendral mereka.”  Kata Kasal Laksamana laut Hermanto Alli Bachtiar. “Mungkin saja salah satu dari polisi-polisi itu bisa mengenali modus penyusupan orang-orang Intel kita. Yang kemudian segera melaporkan temuannya ke atas. Berita cepat beredar ke telinga Menhan Dr. Muzhar Mochtar. Kemudian di bicarakan secara pribadi dengan Panglima Rimbasti, JendralBambang Wisesha.”

                “Aku setuju dengan usulan itu. Masalah kebocoran rahasia bisa terjadi dimana saja.”  Guman Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke dengan lega. “Kita sudah siap menghadapi segala resiko, asalkan warga sipil dan para demonstran yang turun ke jalanan itu terjaga keamanannya. Dengan kita menempatkan satuan Combat secara tercover memberikan kita keuntungan ganda. Serangan brutal anggota-anggota Pam Swakarsa yang mencoba mengobarkan perang sipil ini bisa kita halau. Kalau toh nanti akhirnya nanti Rimbasti tahu, mereka menjadi akan berfikir seribu kali untuk mendukung operasi pembantaian brigade maut SouMed.”

                “Jadi… Hyang Mulia Jendral, karena anda memutuskan begitu. Anggap saja misi ini telah di luncurkan.”  Jendral Bosma Dharto Gummarang menyatakan dengan bangga.

Kebijakan sudah di buat secara politis melalui keputusan pribadi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Tidak akan ada lagi suara yang merasa keberatan atau habis-habisan menentang keputusan itu. Jendral Bosma Dharto Gummarang melanjutkan pembicaraan dengan hal-hal teknis yang sudah tidak menjadi wilayah Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sendiri. Bersama dengan MenPangab Marsekal Pnb. Haryo Setiawan, Kasal Laksamana laut Hermanto Alli Bachtiar, Kasad JendralFakhruddin Harry Wahyudhi, serta Danjen komando lapis baja Brimob Jendral polisi Albert Rimmus Situmorang. Tidak ada lagi yang perlu menjadi perhatian Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Mimik wajahnya sudah jelas menunjukkan keletihan dan perlu sedikit menghirup udara segar. Kemudian dia melihat pengasuh puterinya, Lubertha Ayu Immelvitcha.

 

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke melangkah ke ruangan lain di aula pesta itu. Tempat dimana suasana kantor yang lengang lebih kental terasa. Melewati dua petugas Pom Saber yang berjaga dan segera bersikap hormat ketika dia lewat. Tiga orang bodyguard dengan pakaian sipil terbaiknya dari Ditro-7 Bosma segera mengikuti.

“Pappa… !” Lubertha Ayu terus menghambur begitu melihat Ayahnya datang. Menunjukkan sebuah PC Tablet milik seorang sekretaris pribadDewa Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna yang sedang online. “Lihat Pappa, aku baru saja memenangkan satu sesi permainan Larra Crawfort.”

“Yeaa…? Sudah hampir jam sembilan malam. Ayu tidak mengantuk ?” tanya Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sembari duduk menekuk kakinya. Lubertha Ayu dimanjakan oleh Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di atas pangkuannya.

“Ayu tidak mengantuk, Ppa… inikan malam akhir pekan. Besok Ayu tidak bersekolah.”

                “Kalau begitu Ayu temani Pappa jalan-jalan.”

                “Jalan-jalan, Ppa ?”

“Yeaa… kita jalan-jalan sebentar.”  Dan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menoleh kepada kepala unit pengawal pribadinya dari Ditro-7 Bosma untuk mengatakan. “Aku ingin jalan-jalan di landasan sebentar. Bisa kau siapkan orang-orangmu ?”

                “Baik, Hyang Mulia Jendral.” 

Kepala unit pengawal pribadi yang bertugas itu lalu memberi instruksi kepada anggota-anggotanya yang lain. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke masih harus menunggu beberapa saat sebelum kepala unit pengawal pribadi itu menyatakan siap. Ada delapanpuluh orang petugas yang mengawal perjalanan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Duapuluh  empat petugas Puspom Saber unit pengawal bermotor, duapuluh empat pengawal bersenjata unit anti serangan dengan tiga mobil Ford Escape bak terbuka yang dilengkapi dengan kabin kanvas dan tempat duduk belakang. Dan tigapuluh dua agen pengawal pribadi berpakaian sipil menggunakan dua unit mobil VW Transporter 1.896cc. Tiga unit mobil Nissan Terrano Kingsroad dengan Strobo blue sirent-light yang menyala. Dan satu mobil unit Senhub Toyota Hillux Minor Change. Mobil Senhub ini dapat melaksanakan dukungan komunikasi secara mobile. Komunikasi radio, komunikasi telephone, komunikasi data/digital, faksimile maupun dengan video Conference.

 

Peralatan yang terpasang antar lain unit komunikasi satelite dengan Antena parabola berdiameter hampir satu meter yang terpasang permanent di atas kabin. Untuk melayani perangkat telephone mobile, komunikasi data dengan komputer jinjing, atau mengirimkan gambar video dan wireless. Agar kru mereka bisa mengabadikan kejadian yang tiga kilometer jauhnya dari mobil. Komunikasi radio terdiri dari radio PRC-1077, Base Station VHF/UHF dan radio SSB. Ada telephone faksimile untuk komunikasi suara dan berita. Piranti komputer jinjing terbaru dengan mobile broadband kecepatan data hingga 14.7 Mb persecond. Interconektor yang berfungsi menyatukan berbagai piranti komunikasi dari radio PRC, radio HT, radio SSB, dan telephone. Mobil juga di lengkapi dengan mesin genset sendiri. Dari delapanpuluh pengawal itu hanya enambelas saja yang ikut turun ke Kantor bunker. Empat orang menempel ketat Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sesuai aturan protap.

Empat orang mengamankan aula dan sekitar lorang. Dan delapan orang di sebar antara lorong kantor hingga pintu Lift. Sisanya istirahat di hanggar yang merupakan Tarmak Denharsabang Saber Udara Bosma sekaligus lobby depan Bunker Office. Selain untuk parkir mobil-mobil tamu, sejumlah pesawat helikoter ringan jenis NBO-105 Bolkow juga nampak berderet. Armada AH-64 Apache dan UH-60 Blackhawk yang menjadi andalan pangkalan ini tersimpan di Hanggar-hanggar lain. Terutama di hanggar penyimpanan bawah tanah yang berada tepad di bawah landasan pacu Pangkalan. Lubertha Ayu masih di gendongan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke. Saat kepala unit pengawal berpakaian sipil itu membungkuk dekat telinganya, dan memberitahu bahwa mereka telah siap. Di pesta resmi ini Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke mengenakan Pakaian Dinas Kehormatan warna hijau gelap. Dengan dasi yang terselip dibalik jas. Tapi tanpa topinya.

 

Kemudian ketika bangkit hendak meninggalkan ruangan kantor itu, Madomeiselle BRAj. Farramurthi Isnna menyusul masuk di ikuti lima pengawalnya dari HSb Husni. Ada duabelas motor besar Puspom Saber yang ikut mengamankan perjalanan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke ke kantornya yang hanya lima kilometer ini. Tiga unit mobil pengawal Daihatsu Terrios TX 1.5 m/t Puspom Saber Laut dengan Strobo sirent-light. Tiga mobil unit pasukan Combat dengan Ford Escape. Tiga Grand Terrano Kingsroad untuk pengawal berpakaian sipil. Dua VW Transporter dan sebuah Toyota Hilux Minor Change unit Senhub. Rombongan yang panjang untuk seorang Hyang Mulia Jendral besar sekelas beliau Ingenieur Youkke. Di tambah dengan mobil Volvo Limousinne allnew S-80 T6 terbaru yang hampir sepupuh meter lebih panjangnya. Yang merupakan mobil dinas resmi orang nomor satu di Bosma. Dengan ornamen-ornamen berlapis Crom yang nampak gagah dan cemerlang.

 

Dan karena keikutsertaan Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna ini mobil Limousinne beliau juga, sebuah Cadillac berbasis Fleetwood Lincoln Intercontinental yang juga sepuluh meter panjangnya dibawa serta. Disitu ada lima pengawal pribadi dari HSb Husni untuk Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna sendiri. Kalau di tengah jalan ada rencana mereka memisahkan diri, rombongan akan bertambah panjang. Karena biasanya ada duapuluh empat pengawal HSb Husni khusus untuk Mademoiselle BRAj. Isnna. Dengan tiga Nissan Terrano Kingsroad dipasangi Strobo sirent-light, dua mobil Nissan Serena Highway Star 2.0cc, dan sebuah Chevrolet Silverado doubleCab untuk SenHub. Berikut fasilitas yang hampir menyamai Hillux Minor Change milik pengawal Bosma. Karena selain statusnya sebagai menantu keluarga Husni, juga Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna adalan Tuanku Baginda President of Whitco.

 

World Husni Industries Trade Corporation yang mengendalikan perusahaan di hampir seratus negara di dunia. Itu membuatnya cukup layak untuk mendapatkan fasilitas pengamanan yang ketat. Kalau sendirian mereka juga mendapat pengawalan dari unsur Kosektro Brimob Penjaringan yang berkantor diseberang Bungallow Kediaman resmi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke terdiri dari tiga unit motor besar Goldwing-1000 dan sebuah mobil Daihatsu Terrios TX 1.5 warna putih dengan Strobo sirent-light.

“Mysweety darling, kau tidak mengajakku kalau ingin keluar ?” Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna menghampiri suami dengan kemanjaannya, dan menyorongkan pipi kanan untuk dicium. “Maaf… tadi aku keasyikan ngobrol dengan Jendral Estianni dan jeng Dahlia Gummarang.”

                “Aaach… tidak, aku cuma mau menghirup udara segar di luar. Malam ini belum terlalu larut. Apa kau sudah merasa capek, dear ?”

                “Lubertha… kau menikmati mainanmu, Sweety. Jangan kelamaan, nanti merusak data-data penting Aspri Florensia dan Noviastry. Kalau scedulle Mamma sampai hilang, semua business Mamma akan berantakan. Ayu tidak mau melihat Mamma susah, kan ?”

                “Iyaa… Mamma.”  Kata Lubertha Ayu dengan manja. Kemudian masih di gendongan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke, Lubertha Ayu berpaling ke belakang menyerahkan PC Tablet-nya kepada Aspri Noviastry. “Ini PC Tablet-nya tante Novi, maaf… Ayu sudah membuat mainan. Jangan marah ya, tante.”

                “Nggak nona Ayu. Tadi… kan, tante Novi sendiri yang meminjamkan.”  Aspri Novi membalas ramah.

“Makasih, tante.”

                “Sama-sama, nona Ayu.”  Aspri Novi kembali membalas.

“Nah begitu, mysweety. Puteri Mamma yang paling cantik. Kau tidak membawa PC Tabletmu sendiri ?” Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna memanjakan puterinya dengan membelai untaian rambut panjangnya.

“Nggak Mma. Tadi Ayu terlalu bahagia mau di ajak jalan sama-sama Mamma dan Pappa. Biasanya kalau nggak Pappa yang berada jauh di luar kota, Mamma yang terbang ke luar negeri. Paling-paling tante Novi dan tante Shireen yang ngajakin bermain di rumah. Atau ajudan Pappa. Kapten laut Widhiyanti dan kapten polwan Sisca yang suka membawa aku ke kapal selam.”  Lubertha Ayu mengeluh.

“Gitu to… Pappa minta maaf… dah, lain kali kita jalan-jalan bertiga lagi. Okey… ?”

                “Okey… Pa.”  Lubertha Ayu yang baru berumur tiga tahun itu tersenyum renyah mengacungkan dua jempol tangannya.

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke dan Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna tertawa bahagia dengan kelucuan puteri mereka ini. Bertiga mereka sama-sama melangkah menuju lorong-lorong kosong. Yang sudah nampak di amankan sejumlah agen kemanan berpakaian sipil dari Ditro-7 Bosma dan HSb Husni. Lubertha Ayu masih dalam gendongan Hyang Mulia Jendral besar Ingenieur Youkke. Segera di ikuti oleh Aspri Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna, yaitu Aspri Florensia dan Noviastry. Dan juga dua ajudan militer Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke yang lain, ada kapten infanteri Marria Lukito dan kapten warra Qorry Sandhiorriva. Sekitar duapuluh agen keamanan gabungan saat itu mengantar perjalanan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke di sepanjang lorong. Semuanya bersikap waspada. Membiarkan kancing jas mereka terbuka agar mudah menjangkau sarung senjata di pinggang kiri. Satu dengan yang lain saling berhubungan dengan radio komunikasi yang di hubungkan dengan Earphone.

 

Ada microphone yang terselip di gelangan jam tangan emas mereka. Siap mendengarkan instruksi senjata kiri, senjata kanan. Kepala unit pengawalan ini berhubungan dengan team keamanan di atas juga dengan radio komunikasinya. Tidak ada tamu-tamu yang sedang berpesta di perjamuan itu, yang menyadari Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke telah pergi. Tidak saja satu kompi pengawal Saber Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke bersiaga saat di adakannya pesta perjamuan di situasi genting ini. Satu detasemen elite arhanudze Saber yang berjaga di Pangkalan militer ini juga waspada. Kalau biasanya cuma satu pleton dari kompi pengawal yang berjaga, kini seluruh batalyon aktif menyisir keamanan di sekitar Pangkalan bersama Komandan detasemen-nya sendiri.

“All attention… semua unit. D’Crow sampai di pintu Lift atas. All attention… semua unit. D’Crow sampai di pintu Lift atas. Mohon semuanya waspada.”  Perintah kepala unit pengawal pribadi melalui radio komunikasinya.

Empat pengawal berpakaian preman yang lain berdiri dengan waspada membelakangi lift pintu Lobby bagian dari Hanggar pangkalan itu yang mulai terbuka. Yang lain menyebar ke setiap sudut hanggar yang di penuhi mobil-mobil mewah para tamu perjamuan malam ini. Hanggar itu sendiri masih tertutup gerbangnya dari luar. Pria-pria berseragam tempur Saber dan bersenjata lengkap sibuk berjaga dalam radius pengawalan yang agak luas. Dua unit mobil lapis baja Humvee bersiaga di depan gerbang dengan menempatkan penembak M-60 di atas turretnya. Tetapi sekali ini atas permintaan pribadi Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke, mereka akan berjalan-jalan sejenak di area Pangkalan yang terbuka. Di siapkan sebuah Helliopod. Mobil listrik mini yang biasa digunakan untuk lapangan golf. Kepala unit pengawal pribadi mengantar keluarga Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke sampai di dekat Helliopod, dan mempersilahkan mereka duduk.

“All attention… semua unit. D’Crow menuju ke landasan. Mohon tingkatkan kewaspadaan pangkalan.”  Kembali perintah kepala unit pengawal pribadi. Seorang agen pengawal mengemudi helliopod dan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke duduk disebelahnya. Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna berdampingan dengan puterinya, Lubertha Ayu yang nampak riang menikmati dinginnya malam itu. Agen Kepala para pengawal sendiri duduk di kursi jock buritan yang menghadap ke belakang. Memberi komando-komando yang di perlukan kepada bawahannya dan untuk berkoordinasi dengan institusi lain area Pangkalan ini. Enambelas agen pengawal, yaitu separuh dari petugas yang berpakaian sipil berlari-lari mengikuti di sekitar perjalanan Helliopod. Agak jauh di belakang nampak empat unit mobil lapis baja Humvee bergerak perlahan. Dengan penembak M-60 yang berputar-putar di atas turret-nya mengawasi keadaan.

“Ada taman mancur dekat sini yang biasa untuk jogging track. Kita bisa bersantai untuk beberapa saat di sana.”  Kata Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke berpaling kepada isterinya.

“Baiklah, mysweety darling. Kita akan melewatkan keheningan malam ini bersama-sama.”  Jawab Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna yang sibuk memegangi kenakalan Lubertha Ayu, yang memaksakan berdiri di atas kursi jock. “Ayu… duduk sayang, Mamma capek ni.”

Lubertha Ayu tidak menurut. Gadis cilik itu terlalu riang menikmati kebersamaan bersama orang tuanya di kawasan yang sangat pribadi ini. Seperti yang di perintahkan. Helliopod berhenti di ujung taman mancur yang di kelilingi bunga-bunga dan hamparan rumput hijau, serta pohon sawit sebagai kanopi pelindung panas dan penyaring udara sejuk. Dengan jogging track yang mengelilingi hampir separuh pangkalan militer ini. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke memilih di salah satu bangku taman bersandaran dari besi permanent. Tempat itu cukup terang dari patulan lampu jalan yang berada tidak jauh dari tempat duduk mereka.

“Mamma… bunga-bunga !  Ayu ingin main di situ.”  Lubertha Ayu kegirangan menunjuk ke arah hamparan taman bunga dekat air mancur.

“Iyyaaa… Ayu boleh main sana. Tapi jangan sampai kotor. Dan, jangan main airnya.”

                “Iya Mmaa…”

Lubertha Ayu segera lepas dari genggaman tangan Mamma-nya dan bergegas menuju ke rimbunan taman bunga beraneka warna itu. Walaupun jelas ada peringatan tidak boleh menginjak rumput. Toh para pengawal bersenjata yang berjaga di sekitar taman itu diam saja.

“Darling… tadi aku bicara banyak dengan JendralEstianni Rahayu Rasmintho. Kau sudah mendengar soal pengeroyokan yang hampir membunuh putera kita ?” Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna mulai berbincang serius.

“Hmm… aku memang sedikit mendengar soal keributan. Tapi mereka bilang, itu sudah di tangani.”  Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menggumankan pandangannya sejauh yang di ketahui dari para staf.

“Mungkin, ada baiknya jika kita amankan Demmetrio Alexandher Josse untuk beberapa waktu sampai ribut-ribut ini mereda. Mungkin kita bisa, eee… menyelundupkannya pulang ke Penjaringan.”

                “Aku tidak setuju. Ribut-ribut anak muda itu biasa, mydear. Karena itu ada seksi penyelamatan darurat dalam departemen kawal pribadi Demmetrio Alexandher Josse. Kita jangan terlalu memanjakan anak kita, dengan terlalu mencampuri kehidupan rahasia-nya yang sudah dibangun dengan susah payah. Karena itu justru membuat Demmetrio Alexandher Josse sulit mandiri. Dan gagal menjalani ujian hidup yang dicanangkan keluarga besar Husni. Amerika yang begitu kuat, tidak sampai menarik penyamaran putera Wapresnya sendiri di sini. Karena mereka sangat percaya pada kita.”  Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke membandingkan.

“Aku sama sekali tidak bermaksud meragukan kemampuan Institusimu, my Sweetydarling. Bukan. Tapi aku Mamma kandung yang melahirkan Demmetrio Alexandher Josse. Aku merasa putraku itu sedang terancam di luar sana.”  Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna membela diri.

Tidak lama Ajudan militer kapten infanteri Marria Lukito dan kapten warra Qorry Sandhiorriva, datang membawa satu nampan Wines dengan dua gelas crystall. Juga satu kaleng Fanta merah untuk Lubertha Ayu. Mereka sudah menuangkan anggur itu ke dalam gelas saat menyuguhkan untuk keluarga Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke.

“Makasih Qorry. Dan, tolong temani Ayu kalau kalian tidak keberatan.”  Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna meminta sembari menerima suguhan gelas anggur itu ramah.

“Baik… Madem’s.”

                “Toast… darling.”  Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna mengacungkan gelasnya dan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menyentuhkan sedikit gelasnya sehingga menimbulkan bunyi,  “Thiinnngggg…”. Keduanya tersenyum dan menggoyang-goyang gelas anggur demi mendapatkan aroma yang pas. Mencium aroma dengan serius dari bibir gelas itu dan meminumnya se-icip.

“Kondisi sekarang ini yang gawat, membuat aku tidak tenang membiarkan Demmetrio Alexandher Josse jauh dari kita, darling. Panglima Rimbasti saja sudah berani mengancam akan membunuhmu. Bagaimana dengan institusi keamanan lain yang berafiliasi dengan kekuasaan Tuanku Baginda President Senno Suhastommo ?  Bisa saja mereka mencari-cari kesempatan untuk menemukan penyamaran putera kita dan menculiknya untuk tujuan memeras.”

                “Kita bisa mengatasi itu. Saat sekarang Kasintel Kodam Jendral teritorial Dewa Made Windhu Kaemmana, kepala cabang Bosma di daerah telah memerintahkan campur tangan Puspom Kodam untuk mengamankan Anggitho Pringadhi. Mereka akan melakukan tindakan apapun. Termasuk melibatkan seluruh unsur Kodam yang di perlukan jika Anggitho kembali mengalami kondisi berbahaya. Dengan statusnya sebagai anak angkat Pangko Daerah Militer Jawa V Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho, semua hal itu sangat memungkinkan.”  Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke masih mencoba menenangkan hati Isterinya.

“Entahlah, darling. Aku lebih tenang kalau Demmetrio Alexandher Josse ada bersama kita di sini.”

                “Kita sudah sepakat, mydear. Tidak akan menyinggung lagi persoalan program naturalisasi kerakyatan Husni ini dalam kondisi apapun. Ini juga untuk kepentingan Demmetrio Alexandher Josse. Supaya dia bisa menghadapi tantangan hidup masa depannya dengan mandiri. Dan mengerti pentingnya mengelola keuangan.”  Kata Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke lagi.

Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna membuang nafas sesal. Meneguk Wines itu lagi se-icip untuk menurunkan kadar ketegangan di hatinya. Tidak bisa di bantah. Ini adalah perjanjian tertulis setiap keluarga menantu Husni yang akan masuk ke dalam persaudaraan mereka. Kalau aturan keluarga ini bisa di batalkan, tentu His Excellency of Prince Issaec William yang putera Vice Tuanku Baginda President United State of America, yang paling dulu di batalkan penyamarannya di republik ini. Karena sebagai negara Adidaya United State of America paling banyak memiliki musuh di dunia ini. Dan sebagai pengambil kebijakan utama masalah keamanan, NSA adalah organisasi yang paling keras menentang di luncurkannya operasi gila ini atas His Excellency of Prince Issaec William.

 

Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna menatap puterinya di sana, yang sedang bermain-main dengan bunga dan kedua ajudan pribadi suaminya. “Tadi aku bicara langsung dengan JendralEstianni Rahayu Rasmintho. Masih menurut informasi yang dia dengar, perwira polisi yang di kecewakan itu mencoba mencari-cari sekutu ke tingkat Mabes di Jakarta ini. Tidak kepada Kapolri, atau kepada Brigjen infanteri Eggy Sudharmonno. Kepala divisi Ranpur, pada departemen kerja direktorat Pengadaan Prasarana, dirjen Persenjataan, kementerian Pertahanan. Tapi kepada . Dr. Oktaprius Surya Prayoga Js.D, SH. Wakil Menteri Pertahanan yang sangat dekat dengan lingkaran kekuasaan Tuanku Baginda President Senno Suhastommo.”

                “Itu pasti karena kaitan dengan tugas khusus pengamanan terhadap keluarga Himawan, dear. Sumbangan mereka untuk partai Sabit Merah itu besar sekali, lho…”

                “Karena itu, darling. Wakil menteri Agus itu cukup dekat dengan pimpinan IcB. Jendral Icb. Mannaf Trighanna Thallib. Bisa saja karena permintaan polisi Bagus Wibawa itu, Jendral Icb. Mannaf mengirim pelacaknya untuk menyelidiki Demmetrio. Dengan kekuasaan tanpa batas IcB, aku cemas… mysweety darling. Orang kita di daerah akan kesulitan menyembunyikan identitas Demmetrio Alexandher Josse.” 

“Aku tidak yakin, mydear. IcB akan sebegitu perhatian pada permintaan perwira polisi itu di tengah permusuhan yang sedang mereka ciptakan denganku disini.”  Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menjawab dengan ringan.

“Oouch… mysweety darling, tidak bisakah kau mengatur untuk aku saja. Supaya untuk sementara ini Demmetrio Alexandher Josse di singkirkan dulu dari keramaian dengan pengamanan ketat, please…” Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna semakin merajuk.

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke menimbang permintaan Isteri tersayang ini dengan sikap yang sangat hati-hati. Memberi perlakuan khusus untuk Demmetrio Alexandher Josse malah bisa mengundang kecurigaan IcB karena campur tangan Bosma yang terlalu berlebihan.

“Baiklah… dear. Kita lihat apa yang besok kita bisa lakukan untuk Josse…”

Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke bangkit dan memanggil Lubertha Ayu untuk pulang. Kepala unit pengawal pribadi telah menghubungi teman-temannya di parkir kendaraan. Memberitahu kalau D’Crow akan pulang. Seluruh peserta konvoi yang di dahului selusin motor besar Puspom Saber itu di berangkatkan. Dan kesibukan-kesibukan segera nampak di hanggar utama. Tentara-tentara bersenjata lengkap sedang berlarian dalam sikap waspada. Beberapa dari mereka bersama-sama mendorong gerbang yang sebesar dinding hanggar itu sendiri. Dan rombongan konvoi pengawal Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke itu meluncur. Volvo Limousinne allnew S-80 T6 terbaru yang hampir sepupuh meter lebih panjangnya telah berhenti di dekat taman. Berikut seluruh rombongan pengiringnya. Termasuk, mobil Cadillac berbasis Fleetwood Lincoln Intercontinental yang juga sepuluh meter panjangnya milik Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna.

 

Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna berpaling dan memeluk suaminya penuh rasa haru. Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke, seperti yang selalu ketika bibir mereka mulai bersentuhan. Sejenak dirinya seperti di bawa terbang ke dunia aneh yang belum pernah  terjelaskan. Dan Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna tersenyum renyah.

“Makasih, mysweety dear. Karena mau mempertimbangkan kecemasanku.”

Dan, Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke balas tersenyum. Tidak banyak waktu lagi. Para pengawal sudah menggiring mereka ke Limousinne dan para petugas bersenjata mulai sibuk menuju kendaraan masing-masing. Dua mobil lapis baja Humvee dengan penembak M-60 di atas turretnya berjalan lebih dulu meninggalkan Pangkalan. Di ikuti motor-motor besar Honda Goldwing-1000 anggota pengawal bermotor Puspom Saber. Di dalam mobil Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke duduk bersama Isterinya, Mademoiselle BRAj. Farramurthi Isnna. Lubertha Ayu berada di tengah. Di hadapan mereka ada ajudan kapten infanteri Marria Lukito dan kapten warra Qorry Sandhiorriva. Di kursi jock tengah yang menghadap ke belakang. Sedang Aspri Florensia da Aspri Novyasri bersama lima agen pengawal HSb Husni menumpang Limousinne Cadillac.

 

Sementara rombongan pengawalan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke dalam perjalanan kembali ke Peristirahatan Resmi mereka di bukit Penjaringan. Malam itu atas persetujuan tuan Prof. Dr. Agung Rasmintho, Anggitho Pringadhi menumpang mobil dinas Isuzu Panther Smart Hi-Grade putih Puspomdam dengan Strobo blue siren-light, yang berkerlap-kerlip tanpa suara membawa dua anggota Puspom. Masih belum jelas tujuan Anggitho kemana. Sejak kejadian yang menimpa Anggitho, dia tidak pernah lagi di ijinkan pergi sendirian. Bahkan kalau itu untuk acara ngapel ke pacar misalnya.

 

Dess!  Ingatan lelaki muda itu terpaku pada Bripda polisi Sinta. Yaa… Bripda polisi Sinta pacar yang telah dia nikahi secara pura-pura. Tapi ach!  Pantaskah Anggitho mendatangi asrama wanita cantik itu malam-malam begini. Ach… Persetan! Anggitho memajukan badannya menyentil Serka pom. Wahyu  yang duduk di sebelah supir. Menyatakan keinginan untuk langsung menuju ke asrama para bujang Poltabes Malang. Serka pom. Wahyu  memang sudah di perintahkan untuk mengantar kemanapun Anggitho ingin pergi. Jadi dia sama sekali tidak keberatan. Dan memerintahkan supirnya, Serda pom. Sollahudin Setiyadhi untuk mengarahkan mobil ke tujuan. Komplek asrama para bujang Mapoltabes Malang itu berada di samping Gedung Bhayangkara Poltabes Malang. Bangunan gedung tiga lantai di sebelah aula Wisma Bayangkara itu di huni tidak kurang dari tigaratus anggota. Satu unit apartement untuk dua orang polisi. Para gadis di lantai bawah, sedang dua lantai di atasnya semua untuk anggota polisi laki-laki.

 

Serda pom. Wahyu tentu sudah tahu. Bripda polisi Sinta tinggal bersama teman gadisnya di bilik 27. Sudah menjadi tugasnya sebagai staf divisi Panglima, Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho. Yang dengan tugas khususnya mengurusi Anggitho, dia selalu menyelidiki semua aspek yang berhubungan dengan Anggitho Pringadhi. Mobil memasuki komplek aula Wisma Bhayangkara polisi tanpa mendapatkan banyak pertanyaan dari brigadier polisi yang sedang piket jaga. Berhenti di parkiran depan gedung Wisma Bhayangkara itu, Anggitho tidak langsung di ijinkan turun. Hanya Serda pom. Wahyu saja, keluar menuju ke komplek asrama para bujang. Tepatnya ke bilik tempat Bripda polisi Sinta tinggal. Di kamar itu juga sedang ada Bripda polisi Putri Raemawasti dan Bripda polisi Nirrina Angelinne. Yang telah di kabari kalau Anggitho akan datang berkunjung malam ini. Serda pom. Wahyu memencet bel yang terletak di pojok pintu.

Berbunga rasanya hati Bripda polisi Sinta mendengar bunyi bel itu, yang segera melompat ke bilik tamu depan. Setidaknya ada ruangan kecil di depan kamar mereka dan sebuah kamar mandi dengan sekelumit tempat dapur untuk setiap kamar asrama.

“Ouww… mas Wahyu, saya kira…” Bripda polisi Sinta menyambut dengan agak terkejut. Tidak seperti yang di harapkan. Malam ini pacar polisi Raemawasti yang mengetuk kamarnya dan sama sekali tidak dia lihat Anggitho. Tapi Bripda polisi Sinta menyadari. Ini mungkin bagian dari protokoler keamanan yang di jalankan dengan ketat sejak Anggitho nyaris terbunuh beberapa hari lalu. Dan Bripda polisi Sinta tidak harus merasa keberatan dengan perubahan drastis yang di alami Anggitho. Mungkin saja, perubahan suasana ini bisa menguntungkan juga. Setidaknya bagi kedua sahabatnya yang cemas menunggu-nunggu pacar mereka. Bripda polisi Putri dan Bripda polisi Nirrina.

“Githo, gak bersama kalian ?”

Yang di tanya malah tersenyum. Senyum khas seorang Sersan dua pom. Wahyu Sukarmansyah yang sempat membuat Bripda polisi Putri terpesona. Malam ini Bripda polisi Sinta mengenakan gaun terbaiknya. Yaitu blus hitam dari bahan lace dan berpayet. Di padukan dengan rok berlipit susun tiga dari bahan lame yang berwarna emas. Nampaknya dia dengan sengaja hendak menyambut Anggitho yang mau berkunjung. Seperti yang telah di kabarkan Serda pom. Wahyu sebelumnya lewat Handphone. Dan Serda pom. Wahyu membalasnya dengan balik menanyakan.

“Ada… masih bersama Sersan Hudhin di mobil. Apa bisa kita mencari tempat ngobrol yang enak ?” tanya Serda pom. Wahyu dengan tersenyum.

Bripda polisi Sinta tercenung beberapa saat, dan tak lama bermunculan Bripda polisi Putri dan Bripda polisi Nirrina dari ruang dalam. Terbersit kegirangan dan wajah-wajah mereka saat melihat kehadiran Serka pom. Wahyu . Terutama bagi Bripda polisi Putri, pacarnya.

“Sint… kok diam saja, mana Anggitho ?” Bripda polisi Nirrina bertanya.

“Ekhhmmm… ada kok. Kita ngobrol di tempat jemuran lantai atas aja.”  Kemudian kepada kedua temannya itu Bripda polisi Sinta berbisik. “Mereka meminta tempat ngobrol yang nyaman untuk Anggitho.”

“Yyeaa… kita ke lantai atas saja. Anak-anak sini biasa kalau nongkrong, kita ramai-ramai di lantai atas. Sambil melihat pemandangan indah kota Malang di malam hari. Bagus lho…” Bripda polisi Nirrina mendukung.

“Apa juga di perbolehkan untuk kami ?” Serda pom. Wahyu menanyakan dengan ragu-ragu.

“Achh… Bapak asuh kost disini, ajun komisaris polisi Prajudhi Atmodirjo baik kok sama kita semua. Ntar aku yang mintakan ijin.”  Bripda polisi Putri menyanggupi.

Serda pom. Wahyu mempertimbangkan. Pandangannya sekelumit menyapu ke ruangan dalam yang sederhana namun tertata dengan rapi itu. Di dalam, di ruangan lain, dia sempat mendengar alunan lembut band terkenal Numata dengan Pesona-nya. Serda pom. Wahyu mendesah lirih. Kemudian dia berbicara dengan radio HT yang terselip di bleser putih seragamnya di pundak. Walau sudah malam Serda pom. Wahyu masih mengenakan seragam harian Angkatan Darat dengan baret birunya. Karena malam ini statusnya masih dalam tugas mengawal Anggitho. Bisa di bilang ini sudah masuk jam lembur, tapi demi panggilan tugas dia sama sekali tidak keberatan. Jarang-jarang dia di promosikan untuk menjaga keamanan putra Panglima seperti ini. Kalau nanti beliau terkesan, pasti akan bagus dalam catatan kariernya di masa depan.

“Tenang saja. Ada tigaratus polisi di asrama ini. Anggitho pasti baik-baik saja.”  Bripda polisi Putri menyatakan pada kekasihnya, Serda pom. Wahyu. Anggota Puspom yang masih muda belia itu mengangguk sambil berbalas senyum dengan Bripda polisi Putri.

Anggitho memang muncul tidak lama kemudian. Di belakangnya ada Serda pom. Hudhin dengan sarung pistol di pinggang, lengkap dengan pisau komando dan tali borgol. Di sisi belakang pinggangnya ada lima kotak magazine pistolnya yang terselip.

“Mbak Sinta…” sapaan Anggitho terkesan manja. Bripda polisi Sinta menyambut dengan menyorongkan pipinya untuk di cium. “Apa kedatanganku malam ini cukup mengganggu ?”

Tentu tidak, sayangku… Ini justru yang sangat aku harapkan.”

Tidak membuang waktu lagi. Mereka berenam terus beranjak pergi ke lantai atas. Yang mula-mula mereka lakukan adalah bertemu Bapak asuh asrama di lantai dua. Malam ini Ajun komisaris polisi Prajudhi sedang di bilik apartement-nya memanjakan anak keduanya yang baru masuk di sekolah Paud Bhayangkari. Serda pom. Wahyu sendiri yang berbicara dengannya dan menunjukkan surat tugas yang di tanda-tangani oleh Kasintel Kodam. Brigjen teritorial Dewa Made Kaemmana. Ajun komisari polisi Prajudhi mengijinkan, dan berjanji memberitahukan para senior di asrama polisi ini untuk membantu menjaga ketertiban. Dia malah menawari mereka camilan. Ada sekeranjang Lengkeng Bangkok dan Jeruk Shantang di dalam kulkasnya. Tetapi Bripda polisi Sinta menolaknya dengan sopan. Di tas keranjang mereka sudah penuh dengan kemasan Kacang garing Garuda 500 gr/pck. Snack Potato Chips 400 gr/pck. Dan kacang Mixnut 200 gr/pck. Ada Roti sobek manis rasa Coklat-Srikaya, Lapis legit Srikaya Morisca 600 gr/pck. Malkist Ckackers Romma 300 gr/pck. Ada selusin Health Drink Vitamin You C1000 300 gr/btl. Sari Asem Ultra 500 gr/tpk. Dan Softdrink Bintang Zero 900 gr/klg. Belanjaan Bripda polisi Sinta dan teman-temannya, di Minimarket Wisma Bhayangkara sesaat begitu mendapat pemberitahuan Sersan pom. Wahyu lewat Handphone bahwa mereka mau datang.

 

Minumannya mereka membawa satu tecko Green tea milk shake dan Air batu campur ala Malaysia. Setelah mendapat ijin resmi dari Bapak asuh asrama, mereka berenam melenggang menyusuri balkon apartement. Menuju tangga ke atas untuk mencapai lantai jemuran di ujung paling belakang asrama. Beberapa orang telah Ajun komisaris polisi Prajudhi hubungi nomor Handphone-nya. Sekedar untuk memastikan Anggitho tidak mendapatkan masalah di lantai atas sana dari para senior asrama polisi yang sedang duduk-duduk bermain gitar. Sudah ada beberapa kumpulan polisi asrama yang sedang nongkrong. Kebanyakan mereka mojok di beberapa sudut pekarangan di atap asrama itu. Ada yang hanya para Cowok. Tapi beberapa ada yang gabungan dengan Cewek-Cewek asrama polisi. Bripda polisi Sinta memilih tempat di salah satu sudut tengah yang kosong. Dekat dengan balkon lantai atap yang di tumbuhi tanaman kucai. Di dekat situ ada sebuah meja yang di kelilingi empat bangku bundar dari campuran beton. Di meja itu mereka duduk dan menggelar perbekalan.

“Disini kenceng banget anginnya.”  Anggitho mengeluh.

“Namanya juga di ketinggian. Sini… kita mojok di atas turunan genting itu.”  Bripda polisi Sinta menggapai tangan Anggitho untuk memaksanya pergi ke tempat yang di maksud. Mereka harus melangkahi dinding pembatasnya dan berhati-hati melangkah di antara turunan genting yang licin. Tapi ternyata cukup kokoh karena genting yang bagus buatannya. Dan di topang oleh jari-jari besi baja ringan. Setelah mendapat posisi duduk berdua yang nyaman, Bripda polisi Sinta membiarkan Anggitho mengulurkan tangan, meraih tubuhnya dan kemudian membawanya ke dada. Bripda polisi Sinta tersenyum di manjakan seperti ini. Dan senang hati menyandarkan kepalanya di dada Anggitho.

“Apa kita akan selamanya seperti ini, sayang…”

                “Kalau aku bisa memilih. Akan tetap aku biarkan tangan ini merengkuhmu erat meskipun dunia di sekeliling kita sedang hancur. Aku tidak ingin berpisah jauh-jauh darimu.”

                “Hmmm… aku bahagia mendengarnya. Seandainya kau tidak merasa bosan, aku ingin mendengar pengakuan itu di bibirmu setiap hari.”  Bisik Bripda polisi Sinta dengan lembut.

“Sungguh…?”

Tidak ada perasaan yang paling membahagiakan bagiku selain dari mendengar itu.”  Susul Bripda polisi Sinta merajuk.

Anggitho menarik kembali tubuh Bripda polisi Sinta dan di antara pantulan lampu warna-warni yang remang-remang itu Anggitho menatap wajah ayu Bripda polisi Sinta. Yeah… tidak ada hal yang paling membahagiakan Anggitho selain bisa memandang wajah ayu Bripda polisi Sinta sedekat ini. Dan dia sangat mencintai gadis ini. Gadis yang telah rela memberikan seluruh hidup dan tubuhnya untuk kebahagiaan Anggitho.

“Githo… aku sangat… mencintaimu.”  Bripda polisi Sinta mendesah  lirih.

“Aku juga… seperti yang kau rasakan… sayanggg…” bisik lelaki ini dengan suara lembut Kemudian mendekatkan wajahnya. Di pagutnya penuh rasa sayang bibir lembut Bripda polisi Sinta yang merekah.

Bripda polisi Sinta membalas pelukan Anggitho dengan sama eratnya. Seakan-akan tidak ingin melepasnya lagi. Dan Anggitho sendiri semakin merapatkan bibirnya ke bibir Bripda po. Sinta. Keduanya semakin menyatu dalam kemesraan. Rasanya… hanya dengan Bripda polisi Sinta dia dapatkan semua kehangatan yang seperti ini.

“Cintaku akan selalu ada untukmu, Githo… sayanggg… Akan ku berikan seluruh hidup ini untuk mengabdikan diri demi kebahagiaanmu. Walaupun pada akhirnya nanti kau harus memilih wanita lain yang berhak menyandang gelar resmi sebagai Isterimu.” Pengakuan Bripda polisi Sinta dengan sungguh-sungguh.

“Mengapa mbak Sinta berkata begitu… ?” tanya Anggitho sedikit bernada jengkel. “Tidak ada orang lain yang paling aku harapkan untuk ku jadikan isteri selain dari mbak Sinta sendiri.”

Bripda polisi Sinta hanya bisa mendesah, membayangkan jalan panjang yang masih membentang di perjalanan cintanya. Tetapi memang seperti itu kenyataan yang harus dia hadapi. Tidak saja karena Anggitho datang dari keluarga setinggi JendralEstianni Rahayu Rasmintho walau hanya anak angkat. Yang biasanya sangat memandang derajat, martabat dan asal usul seseorang untuk bisa menjadi menantu mereka. Dan pasti bintara rendahan sekelas Bripda polisi Sinta tidak masuk dalam daftar seleksi mereka. Tapi juga Anggitho masih terlalu ingusan. Kelas Satu Es-Em-U, masih sangat jauh waktunya untuk memikirkan pernikahan.

“Entahlah, Gith… toh waktu kita masih panjang. Akan kita jalani saja hubungan ini sampai kau menjadi bosan sendiri. Aku akan menunggu saat-saat dimana akhirnya kau dengan berat hati ingin meninggalkanku. Tapi akan aku terima kenyataan itu sebagai hal yang tidak terhindarkan. Kalau mungkin… seandainya nanti Tuhan masih memberiku waktu. Aku akan biarkan diri ini lapuk dimakan waktu karena menunggumu kembali. Kembali untuk menyatakan sayang di usia yang tepat dan mapan. Kalau toh itu mungkin…” Bripda polisi Sinta melantunkan suara hati yang terdalam dengan kepasrahan.

“Sudahlah… aku tidak ingin mendengar itu lagi.”  Bisik Anggitho dengan nafas memburu.

“Gith… !” Bripda polisi Sinta membalas bisikan itu dengan kepasrahannya.

“Apa, sayang ?” sahut Anggitho sambil mengecup pipi yang di sodorkan dengan sukarela.

“Maukah kau melupakan untukku perbedaan antara antara kita yang berpaut jauh ini… Dan kita nikmati malam ini sebagaimana pasangan kekasih ?” pinta Bripda polisi Sinta yang kembali bermanja-manja di bahu Anggitho.

“Tentu, sayang… Lagian dari awal aku tidak pernah mempersoalkan perbedaan yang biasa itu. Cinta tidak mengenal perbedaan, to. Yang ada hanya perasaan dan ketulusan.”  Kata Anggitho yang membuat Bripda polisi Sinta benar benar merasa bahagia. Bripda polisi Sinta tertawa pendek, menjangkau dengan bibirnya dan mengecup lesung pipi Anggitho.

 

Anggitho semakin erat merangkum tanganya di pundak Bripda polisi Sinta. Seakan tidak ingin melepas kehangatannya lagi. Tangan yang lain mulai bergerilya, meraba-raba bagian terindah dan lembut dada seorang wanita yang begitu bersahaja seperti Bripda polisi Sinta. Gadis itu melenguh, dan beberapa saat membuat kelopak matanya yang indah bagai meredup-redup.

“Oukkhhmmmm… Githo… bawa aku lagi… ke… dunia cinta… mmuuuu….. uuhh.”

Bripda polisi Sinta tersenyum nakal. Ia semakin merapatkan tubuhnya. Membuat dia bersikap jauh lebih agresif dari yang di lakukan Anggitho sendiri. Dan benar, walaupun sekali sudah Anggitho merasakan kenikmatan yang sangat dalam dari Bripda polisi Sinta. Toh kehangatan yang mampu di berikannya masih sangat kaku. Anggitho merasakan betapa dadanya yang bidang dan lebat dengan bulu-bulu halus itu seperti di tindih busungan dada wanita yang bagai mewakili segala bentuk kelembutan di dunia ini dan mampu menggetarkan jiwa dan raga Anggitho sampai jauh ke dalam sumsum-sumsum-nya. Terasa betapa hangat. Dan Anggitho mendesah. Namun toh dia balas memeluk pinggang ramping Bripda polisi Sinta ini dengan erat. Naluri sebagai kelaki-lakiannya muncul. Mereka sudah sangat melekat Bripda polisi Sinta tersenyum dalam hatinya. Anggitho masih tetap ingusan di bandingkan dengan Don juan Sonny yang sudah berpengalaman.

“Cium… aakkhuuu… saa… yyyaaaanngggg.”  Bisik Bripda polisi Sinta seperti mendesis. Dia sudah pasrah mengorbankan tubuhnya bulat-bulat untuk lelaki muda yang sangat dia kagumi ini. Anggitho kembali mendekatkan wajah yang merah itu. Karena jelas dia sangat gemetar untuk melakukan hal-hal yang terlalu pribadi seperti ini. Sapuan hangat yang bergetar kentara sekali pada wajah Bripda polisi Sinta. Namun toh gadis itu diam saja. Sembari terus menunggu apa yang hendak di lakukan Anggitho.

Aaacchhh !!!

Begitu lembut bibir pemdua ini berlabuh. Bripda polisi Sinta memejam demi menikmati segala keindahan itu dengan keutuhan hatinya. Cukup lama memang sapuan bibir ini. Dan manakala hendak berakhir. Bripda polisi Sinta segera merebutnya kembali. Ia membalas sema ini dengan hangat. Betapa di rasakannya keindahan itu, hingga Anggitho semakin berani melakukanna. Sementara tubuh mereka masih menyatu dengan hangat. Bripda polisi Sinta mempermainkan perasaan Anggitho dengan caranya sendiri. Setidaknya dia ingin menyatakan pada Anggitho bahwa di saat apapun cinta itu tetap indah. Bahwa cinta itu tetap memabukkan.

 

Dada Anggitho semakin hangat oleh tekanan lembut keindahan membusung bukit kembar yang tersembul dalam balutan blus hitam dari bahan lace yang berpayet. Aaachh…!  Kehangatanya terasa membuat tangan lelaki itu selalu ingin menjamahnya. Dan memang, sekali lagi Anggitho melakukannya. Membuat Bripda polisi Sinta bagai bergetar hebat. Jemari tangan yang kekar itu makin meremas dengan kegemasan. Dan terasa bagai busungan dada wanita yang begitu indah di aduk-aduk dalam rasa nikmat dan kegelian yang sangat. Bripda polisi Sinta merintih. Menikmati godaan keindahan itu dengan utuh. Kelembutan yang tangan-tangan kekar Anggitho berikan ternyata mampu menyuntuh dinding hatinya. Gadis itu semakin pasrah. Semakin terlena oleh belaian lembut Anggitho.

 

Keheningan komplek asrama di Wisma Bhayangkara itu terusik oleh kedatangan mobil dinas Kombes polisi Bagus Wibawa, sebuah Opel Blazzer Montera abu-abu berplat nomor polisi yang di kawal mobil dinas Suzuki New Baleno Euro-3 dengan strobo sirent-light yang berkelap-kelip sebagai pembuka jalan. Di belakang mereka dua mobil Nissan Serrena hitam dengan plat nomor Kementerian Pertahanan. Seperti yang di perintahkan ajun komisaris Prajudhi. Bintara muda penjaga portal Wisma Bhayangkara itu tidak langsung memberinya ijin masuk. Hanya mendekati mobil dinas Kombes polisi Bagus tanpa menaikkan pintu portal yang terkunci.

“Buka pintu. Ada seorang tersangka yang harus kami jemput disini.”  Perintah Kombes polisi Bagus yang kurang suka di halangi jalannya. Tapi pemuda berpangkat brigadir dua polisi yang dia bentak tidak berekspresi.

“Saya diminta untuk siapapun yang akan masuk, berbicara dulu dengan ajun komisaris Prajudhi. Apa Komisaris besar sudah membuat janji ?” tanya bintara polisi itu ringan tapi tegas.

“Hehh…!!  Saya ini komisaris besar. Pangkat saya melati tiga. Berani kamu menghalangi petinggi polisi yang sedang melaksanakan tugas negara… ha ?” Kombes polisi Bagus turun dari mobilnya dan membanting pintu. “Cepat buka pintunya, atau akan ku adukan kau ke Mahkamah militer.”

Ketegangan masih terjadi di bawah sana ketika bintara yang lain melaporkan kejadian itu pada ajun komisaris Prajudhi. Ajun komisaris Prajudhi buru-buru keluar melihat dari balkon lantai dua. Meyakinkan apa yang dia dengar dan menggunakan nomor Handphone-nya untuk menghubungi beberapa orang di atas. Dia tahu bagaimana situasi Anggitho setelah kerusuhan maut yang terjadi di sekolah negeri Dian Harapan. Soal ketegangan yang terjadi antara Kombes polisi Bagus Wibawa dengan keluarga besar Markas Komando Kodam. Terkait dengan hilangnya beberapa tersangka yang di antaranya masih keponakan Kombes polisi Bagus Wibawa sendiri. Sekumpulan senior asrama polisi yang ditugaskan oleh ajun komisaris Prajudi naik ke tempat jemuran atap dan berbicara dengan dua bintara Puspom Kodam yang mengawal Anggitho.

“Buka… !!!” karena tidak ada reaksi lantas dia berpaling kepada dua polisi yang keluar dari mobil pengawal di depan. “Brigadir, buka saja. Nanti aku tanggung jawab.”

Mendapat perintah dari atasannya itu, dua petugas dari mobil pengawal langsung menuju pintu portal. Tapi segera di cegah dengan kedatangan ajun komisaris Prajudhi dengan belasan senior asrama polisi yang membawa senjata. Kedatangan ajun komisaris Prajudhi dan anak buahnya mengundang agen senior IcB Kapten Ricky Siswonno dari dalam mobil Nissan Serrena.

“Komisaris besar. Tenang dulu. Mari kita bicara baik-baik soal tujuan Komisaris besar kemari. Tapi tidak dengan cara brutal seperti ini.”  Ajun komisaris Prajudhi membujuk.

“Begini. Kami membutuhkan pengambilan seorang saksi penting dari kasus yang sedang kami tangani. Kami tahu dari informasi yang terpercaya bahwa, saksi itu sedang ada di sini.”  Agen senior IcB kapten Ricky maju menyampaikan informasinya. Dari tanda pengenal di atas saku seragam tempur hitamnya jelas tertera keanggotaan aktif dari dinas rahasia pemerintah IcB.

“Maksudnya… eee… Anggitho… ?”

                “Kau tahu siapa maksud kami, Judh. Jangan banyak omong lagi dan biarkan kami masuk.”  Teriak Kombes polisi Bagus tidak terbendung lagi. Ajun komisaris Prajudhi tersenyum tipis. Sebenarnya dia tidak begitu takut-takut amat menghadapi suara geledek Kombes polisi Bagus. Betapa dia selalu membanggakan pangkat dan jabatannya di institusi kepolisian. Toh… sebagai tuan rumah sebuah properti dibawah institusi yang sama, dia berhak meminta surat resmi penggeledahan dari kepala Reskrim yang menangani kasus bersangkutan.

“Jangan menantangku, Judh. Kau tahu formalitas bisa menyusul nanti. Okey… sekarang minggirlah. Biarkan kami melakukan tugas ini dan kau akan kuselamatkan dari sanksi yuridis karena menghalang-halangi tugas seorang agen resmi IcB.”

                “Sebagai penanggung jawab asrama, saya juga tidak mau ada masalah dengan fasilitas ini setelah anda pergi. Komisaris besar. Jadi lengkapi dulu formalitas-nya sekarang, dan kalian bisa masuk dengan baik-baik.”  Kata ajun komisaris Prajudhi tenang.  Aach, permintaan sederhana ini yang pasti tidak Kombes polisi Bagus penuhi dalam operasi dadakan itu akan cukup mengulur waktu. Kasintel Kodam, Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana meminta dia mengulur waktu sampai tim yang dia kirimkan untuk menyelamatkan Anggitho tiba.

“Aku rasa dia mengulur waktu, komisaris besar.” 

                “Mengulur waktu untuk apa… ?”

                “Mungkin dia sudah menghubungi aparat Kodam untuk meminta bantuan.”

                “Hei… kita hanya membutuhkan Anggitho untuk ditukar.”

                “Kenyataannya. Akan sulit kalau aparat Kodam ikut campur tangan disini. Di tubuh mereka ada Bosma. Kami akan kelabakan jika harus berhadapan langsung dengan institusi Bosma di sini.”  Agen senior IcB kapten Ricky kembali berkata. Nampak jelas secara institusi dia tidak mau terlibat jauh berurusan dengan petinggi Kodam di sini, apalagi sampai berhadapan secara langsung dengan Bosma. Jauh hari sebelum dia menerima tugas kecil ini, pada saat seluruh pekerjaan IcB terkuras habis untuk menghadapi konsekwensi perang inteligent dengan Markas Komado Bosma di Pusat. Sejak Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo mencanangkan kampanye “Gusur Kekuasaan Hyang Mulia Jendral besar Bosma Ingenieur Youkke”. Setiap personel inti IcB tegap memandang ke arah Direktur Jendral IcB Mannaf Trighanna Thallib untuk bergerak. Tidak ada satu tindakan dalam bentuk apapun tanpa ada perintah komando dari Jendral Icb Mannaf itu.

 

Karena bergerak sendiri tanpa dukungan pasti dari sang Jendral, artinya tindakan bunuh diri. Terlebih mereka berhadapan dengan institusi sebesar Bosma. Dimana semua ahli-ahli inteligent dari tentara bernaung. Yang memiliki kewenangan jauh lebih hebat dari IcB. Kemampuan menyamar dan seni membunuh yang jauh lebih baik ketimbang IcB. Faktanya, Bosma memang tidak bisa dibuat main-main. Dan kesalahan besar bagi siapapun di Republik ini mengusik Institusi militer sekuat Bosma. Persoalan orang hilang yang di laporkan Kombes polisi Bagus sama sekali tidak ada kaitan dengan Bosma. Artinya agen senior IcB itu aman dari bahaya menghadapi pembunuh-pembunuh profesional sekelas Bosma. Tapi mengingat target operasinya masih keluarga Panglima Komando Kodam yang membawahi seluruh divisi tentara daerah ini, bukan hal mustahil kalau kantor perwakilan resmi Bosma di libatkan. Karena Kasintel Kodam yang adalah kepala cabang Bosma adalah institusi staf dari Panglima itu sendiri.

“Maksudmu… kartu pengenal IcB itu menjadi tidak berkuasa lagi ketika Bosma terlibat disini ?” Kombes polisi Bagus bertanya dengan perasaan cemas.

“Kenyataan itu memang pahit. Tapi kalau urusan ini berkaitan dengan Bosma, meminta bantuan kami adalah tindakan yang sangat salah.” Jawab agen senior IcB kapten Ricky tiba-tiba dan sangat serius. Sementara ajun komisaris Prajudhi yang ikut mendengar perdebatan itu mendesah dengan lega. Satu fakta terungkap. Orang-orang IcB yang sangat Kombes polisi Bagus banggakan itu sudah ciut nyalinya mendengar nama Bosma. Artinya sekarang mereka tidak akan ngotot lagi. Aach!!  Paling tidak mengulur waktu menjadi semakin mudah. Sementara anggota-anggota senior Asrama polisi di wisma Bhayangkara itu tengah berusaha menyembunyikan Anggitho dan pengawal-pengawal Puspom Kodam.

“Judh… bagaimana kalau kita berdamai saja. Ini untuk kepentingan kita bersama dan citra institusi kepolisian. Kalau pihak Kodam mau melepaskan anak-anak yang hilang itu demi Anggitho, urusan akan menjadi beres dan institusi kita tidak dianggap loyo menghadapi kekuasaan.”  Kombes polisi Bagus mencoba untuk berunding.

“Mereka yang hilang itu semuanya tersangka kejahatan, Komisaris besar. Hadapilah kenyataan, tidak ada pihak yang rugi sampai mereka semua muncul di kursi persidangan dan menerima hukuman atas apa yang mereka telah lakukan. Kalau toh ada yang menuntut, itu pastilah anda sendiri.”  Kata ajun komisaris Prajudhi.

“Bagiku… sebuah proses persidangan yang jujur itu tidak masalah. Tapi ini semua masih serba misteri. Bagaimana kalau ternyata akhirnya mereka semua di temukan terbunuh dengan keji. Tanpa ada satu pihak yang mengaku bertanggung jawab…?”

                “Kita semua disini masih meraba-raba. Menelaah hal yang serba tidak pasti. Ada baiknya kalau kita coba Cooling down. Menunggu untuk beberapa waktu dan menghindari ambisi yang terlalu membahayakan diri kita sendiri adalah tindakan bijaksana.”  Lanjut ajun komisaris Prajudhi.

Tujubelas menit kemudian. Ajun komisaris Prajudhi melihat belasan motor besar pengawal Puspom Kodam yang berpacu. Bunyi sirine meraung-raung membuka jalan. Memacu ke arah mereka di ikuti empat buah mobil lapis baja Humvee dengan penembak senjata mesin M-60 di atas turretnya. Dan sebuah mobil Mitsubishi Pajerro Sport Exceed A/T milik tuan Profesor Agung sendiri. Di atas mereka mengikuti patroli udara dua helikopter milik Saber Udara jenis UH-60 Blackhawk yang membawa masing-masing enam penembak tempur terikat pada tali kekangnya di pintu. Setiap waktu mereka bisa dengan mudah meluncur kebawah dengan tali itu dan melakukan serangan dadakan. Mobil-mobil itu mengerit dan berhenti tepat di belakang kendaraan anggota IcB. Belasan tentara berseragam dengan baret birunya menghambur keluar dari Humvee dan memaksa semua anggota IcB yang berjumlah duabelas orang itu keluar di bawah ancaman moncong Steyr-F88. Brigadir Jendral teritorial Dewa Made Windhu Kaemmana yang pertama keluar dari mobil Mitsubishi Pajerro Sport Exceed dan di ikuti oleh tuan Profesor Agung sendiri.

“Makasih, ajun komisaris Prajudhi. Kami berusaha datang secepatnya begitu dapat pemberitahuan.”  Ramah Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana mendatangi kumpulan orang di portal itu. Dan saat dia berpaling kepada agen senior IcB kapten Ricky, spontan berkata. “Well… kalian orang-orang IcB. Anak-anak Saber pasti senang mendapatkan tahanan kaki tangan IcB yang tersasar jauh ke kota ini. Mereka sudah lama tidak melemaskan otot-ototnya.”

                “Mohon Jendral, jangan siksa kami… !!” agen senior IcB kapten Ricky itu memohon dengan ketakutan. Sementara dengan tatapan tidak berdaya dia melihat anak buahnya di belakang sana di lucuti dan di ikat kedua jempol tangannya dengan tali plastik tahan air. Sebelum di jejalkan kembali ke dalam Nissan Serrena. Tapi kali ini mereka sebagai tahanan Puspom Kodam yang menjadi perwakilan resmi organisasi Inteligent Bosma, sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Plooonggg !!!  Ajun komisaris Prajudhi kini tidak lagi harus menghadapi tekanan-tekanan sok kuasa Kombes polisi Bagus Wibawa dan anak buahnya. Terutama dengan membawa-bawa nama besar IcB yang tidak tahu apa keterkaitan mereka dengan kasus orang hilang ini. Setidaknya untuk saat ini posisnya aman dari ancaman brutal anak-anak batalyon yang bisa saja menghancurkan asrama di Wisma Bhayangkara ini. Entah nanti kalau urusan dengan Kombes polisi Bagus bertambah panjang. Soalnya, Kombes polisi Bagus yang oleh sebagian kalangan elite kepolisian di anggap memprihatinkan dan bikin repot. Merasa hebat karena di dukung oleh pusat kekuasaan. Bukan oleh orang-orang Mabes. Tapi oleh petinggi Kementerian Pertahanan yang dengan kekuasaan tak terbatas bahkan mampu melibatkan IcB seperti sekarang ini.

“Ini sangat tidak adil, Jendral. Mengapa anda bisa seenaknya menghilangkan keponakan-keponakan saya. Tapi saya sama sekali tidak di beri kesempatan untuk menanyai saksi utama kami. Anggitho… ??” Kombes polisi Bagus memprotes.

Pernyataan itu secara tidak langsung membuat panas telinga tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho SH, Sw.D, Ph.D, Js.D, Laws Master.yang langsung maju menghadapi Kombes polisi Bagus Wibawa. Ini tantangan yang dengan apa adanya di ucapkan seorang Komisaris besar polisi terhadap egoisitas seorang suami Pangko Daerah Militer Jawa V yang bermartabat. Sebenarnya tuan Profesor Dr. Agung tidak ingin ribut lagi soal Anggitho yang telah di anggapnya selesai. Proses hukum sedang berjalan, dan Jaksa pengadilan tinggi urusan Intel sedang mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang tidak terbantahkan untuk menjerat enambelas tersangka secara diam-diam.

“Anak-anakmu hampir membunuh puteraku, dan masih saja mereka kau bela…??  Jika memang itu tujuanmu lebih baik kau bergabung saja dengan mereka.”  Kata tuan Profesor Dr. Agung yang sekaligus itu sebagai perintah kepada Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana untuk ikut menangkapnya. Pria itu memandang Kombes polisi Bagus demikian tajam. Dan perintah itu dibalas dengan memerintahkan dua tentara anggota Saber untuk membawa serta Kombes polisi Bagus Wibawa sebagai tahanan.

“Apa ini, tuan Profesor…??  Saya sama sekali tidak terlibat dalam serangan itu. Tindakan saya hanya sebagai pelaksanaan tugas pencarian orang hilang yang telah di laporkan para orang tua murid. Tolong… bebaskan saya…!!!”

                “Aku rasa Jaksa pengadilan tinggi akan bisa memasukkan nama anda sebagai aktor intelektual dibalik penyerangan itu, komisaris besar.”  Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana berkata sinis.

“Aktor intelektual…??  Saya sama sekali bukan aktor intelektual. Semua ini sepenuhnya di atur oleh Don juan Sonny. Saya ini aparat, jendral…!!!” suara Komisaris besar polisi Bagus semakin menjauh. Dia di seret dengan kedua tangan terikat ke belakang oleh dua anggota pasukan Saber Bosma yang bekerja untuk Kasintel Kodam.

“Bagaimana dengan kapten Icb Ricky ini… jendral ?” dua anggota pasukan Saber yang lain mengingatkan. Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana dan tuan Profesor Agung masih tertegun mengawasi kombes polisi Bagus yang meronta-ronta di masukkan ke dalam mobil Nissan Serrena. Sampai tidak ingat juga ada agen senior IcB kapten Ricky disitu.

 

Aach !!!

Proses yang panjang untuk sebuah penuntutan kasus percobaan pembunuhan terhadap Anggitho. Setelah mereka mengajukan enambelas tersangka untuk di proses penyelidikan kasusnya ke Jaksa pengadilan tinggi. Sekarang di ajukan lagi aktor intelektual kasus penyerangan itu yang ternyata seorang perwira menengah Polisi. Semakin jatuhlah nama baik Kombes polisi Bagus Wibawa karena terseret kasus ini. Padahal semula dia perjuangkan semua ini demi untuk membela keluarga besar Andhre Himawan. Dan karena itu menyangkut permintaan khusus dari wakil menteri yang juga staf khusus Istana dibawah Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo. Tidak istimewakah tugas negara ini… ??

“Yyeaa… bawa saja dia. IcB akan menjalani hukuman terberat dalam dunia kejahatan inteligent. Kalian akan di tuntut dalam Mahkamah kejahatan inteligent militer dan akan di jatuhi hukuman terberat karena menyalahgunakan kekuasaan kalian dalam otoritas sipil. Dan berharaplah Tuhan akan menolong kalian, karena Jendral teritorial Mannaf sendiri tidak mungkin mencampuri kasus kalian.” Kata Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana. Dan agen senior IcB itu di bawa pergi oleh anggota pasukan Saber.

 

Rombongan mobil Nissan Serrena itu, yang fungsi-nya sudah berganti menjadi mobil tahanan bergerak mundur menghadap ke jalanan. Di kawal oleh beberapa mobil lapis baja Humvee dan sebuah helikopter UH-60 Blackhawk dari udara mereka meluncur menuju markas komando Kodam. Ajun komisaris polisi Prajudhi maju menerima jabat tangan tuan Profesor Dr. Agung. Tidak lama kemudian Anggitho juga keluar dengan kedua pengawal bintara Puspom dan di sertai oleh Bripda polisi Sinta. Anggitho masih gemetar dalam rengkuhan kasih sayang Bripda polisi Sinta. Pemuda ingusan ini untuk kedua kalinya mengalami tekanan hebat. Setelah tempo hari hampir di bunuh oleh sekelompok preman pelajar sekolahnya sendiri. Tekanan yang bagai menggoras di sela hati Anggitho. Ngeri sekali ia rasakan. Hanya karena berkat Bripda polisi Sinta. Ketakutan yang amat sangat itu bisa terobati.

 

“Tenanglah… Anggitho, mereka tidak akan mengganggumu lagi setelah ini. Aku yakin. Kombes polisi Bagus sudah tamat. Apalagi komplotan IcB-nya yang sok berkuasa itu.”  Desah tuan Profesor Dr. Agung kepada putera asuhnya.

“Aach… !!”

Anggitho berpaling kepada Bripda polisi Sinta di sampingnya yang masih melingkarkan tangannya di bahu pemuda ingusan ini. Seolah setelah apa yang terjadi ini dia tidak ingin di tinggal sendirian lagi. Sorot mata itu memandang dengan tajam menembus nurani kewanitaan Bripda polisi Sinta.

“Sabarlah… sayang, aku tidak akan pernah pergi dari sisimu. Percayalah.”  Bisiknya lirih seakan takut membuat salah paham tuan Profesor Dr. Agung di hadapannya.

Anggitho tersenyum. Sementara mobil Mitsubishi Pajerro Sport Exceed milik tuan Profesor Dr. Agung dengan beberapa mobil lapis baja Humvee dan motor besar pengawal Puspom yang tersisa masih menunggu di belakang tanpa mematika mesin. Demikian juga dengan Kasintel Kodam Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana yang harus meninggalkan obrolan santai di club demi panggilan mendadak keselamatan Anggitho ini.

“Maaf kalau aku mengusik kemesraan kalian. Tapi… begini saja. Kita pulang ke asrama Kodam dan…, Bripda polisi Sinta boleh ikut untuk sementara ini. Bagaimana… ??” desah tuan Profesor Dr. Agung akhirnya. Tuan Profesor Dr. Agung tahu Anggitho yang sedang terguncang tidak mudah melalui keadaan ini sendirian. Sementara dia sendiri tidak mungkin menahan terlalu lama tamu-tamunya dari rutinitas keseharian mereka yang juga penting.

“Pappa serius mengijinkan Bripda polisi Sinta tinggal denganku… ??  Setelah semua yang terjadi malam ini ?”

                “Sepertinya Pappa tidak lagi punya pilihan untuk masalah yang satu ini. Saya kira ajun komisari Prajudhi juga tidak keberatan mengijinkan Bripda polisi Sinta. Dan mungkin, menguruskan cuti dalam beberapa hari ke depan ke kantornya.”

Ajun komisaris Prajudhi tersenyum menanggapi permintaan pribadi dari suami orang nomor satu di institusi militer daerah ini. Yang kekuasaannya bisa lebih besar dari jabatan dan kepangkatan yang di milikinya.

“Tentu, tuan Profesor. Soal ijin cuti untuk Bripda polisi Sinta besok saya saja yang atur.”

                “Nah… sekarang tidak ada lagi yang perlu dirisaukan. Saatnya kita pulang.”  Tuan Profesor Dr. Agung menawarkan tangannya mengajak Anggitho ke mobil. Kemudian kepada jendral teritorial Dewa Made Kaemmana dia berkata.

“Pak Dewa… mau ikut berdesakan di mobil saya, atau… ??”

                “Aach, saya biar ikut mobil pengawal Puspom sersan Wahyu saja. Sekalian saya langsung ke markas komando Kodam. Ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan dulu disana.”  Kata Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana sopan.

Tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho mengantar Anggitho yang terus dalam rangkulan kemanjaan Bripda polisi Sinta. Menuju ke mobil Mitsubishi Pajerro Sport Exceed yang di tunggui oleh Nathannia Gunawan S.Com, sekretaris pribadi tuan Profesor Dr. Agung dan seorang staf Angkatan Darat. Seorang supir dinas dari Kodam. Anggitho masuk bersama Bripda polisi Sinta dan mengambil tempat paling belakang. Kemudian sekretaris pribadi Nathannia di kursi tengah. Dan tuan Profesor Dr. Agung duduk di sebelah supir di kursi depan.

“Tidak keberatan kau harus tinggal di tempatku, nanti…??”

                “Kenapa harus keberatan… sayang, kesempatan itu justru yang aku nanti selama ini. Sehingga kita tidak terpisahkan lagi.”  Bripda polisi Sinta berkilah.

“Sungguh…??  Makasih, sayang.”  Lelaki ingusan itu memandang wajah Bripda polisi Sinta. Dia memang melihat kesungguhan yang tulus di mata yang bening itu. Di tatap mata lembut yang pernah membuat Anggitho luruh tiada daya.

Tak dapat ditahan lagi. Air mata yang mulai merembes jatuh ke pipinya. Mengalir perlahan terus membasah di kerah baju Anggitho. Bagai anak sungai yang berliku-liku turun ke muara. Sungguh mengharukan !!!  Kebahagiaan itu tanpa di sangka datang di tengah bahaya yang demikian bertubi menghampiri Anggitho. Pemuda itu terisak haru. Kebahagiaan di matanya itu kian jelas memancar. Bripda polisi Sinta ikut terenyuh dengan sikap polos Anggitho ini.

Hhussshhh… sayaaang, sudah. Kamu akan membuat mbak Sinta ini sedih kalau terus menangis.”  Desah Bripda polisi Sinta menghibur seraya makin mengeratkan rangkulannya.

“Maaf… mbak, aa… akkuu… ssungguuuh tak percay… ya, ini.”

                “Percayalah, karena aku disini nyata. Dan kulakukan ini hanya untukmu… Oke ??”

Mistubishi Pajerro Sport Exceed meluncur di jalanan. Di dahului motor-motor besar pengawal Puspom Kodam dengan bunyi sirien meraung-raung membuka jalanan. Bripda polisi Sinta telah mendapat ijin resmi untuk selalu berada di dekat Anggitho yang sedang shock dari tuan Profesor Dr. Agung sendiri. Tidak ada yang perlu di cemaskan kini. Pastinya, ajun komisaris polisi Prajudhi juga akan mengurus ijin cutinya besok ke kantor. Tidak ada hal paling membahagiakan bagi Bripda polisi Sinta sekarang selain berada di sisi Anggitho dalam situasi bagaimanapun. Dia bisa memuaskan diri melampiaskan kerinduan yang selalu datang saat mereka berjauhan. Dia rindu rayuan Anggitho. Dia rindu sentuhan-sentuhannya. Bahkan dia merindukan gelombang asmara yang di timbulkan Anggitho saat mereka bersimbah keringat mengarungi samodera cinta berdua.

 

Mitsubishi Pajerro Sport Exceed memasuki gerbang masuk komplek asrama dan rumah dinas perwira Mako divisi lima Kodam yang membawahi tidak kurang dari  limabelas ribu tentara. Atau hampir sekitar empatpuluh batalyon dan Kodim di seluruh Jatim. Ini tidak termasuk enamribu anggota pasukan lintas udara KomeRad yang memiliki garis komando tersendiri dan Panglima-nya di anggap loyalist Pemerintahan korupt Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo. Di dahului raungan sirine motor-motor, menguing-nguing di depan sebagai pembuka jalan. Di ikuti dua unit mobil lapis baja Humvee komando Saber Bosma dengan penembak senjata mesin M-60 yang bertindak waspada di atas Turret-nya. Tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho nampak kelelahan di dalam mobil Mitsubishi Pajerro-nya. Seperti mobil-mobil lain di depannya, mobil pribadi milik suami nyonya Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho yang penuh kuasa ini mengurangi kecepatan ketika membelok ke gerbang masuk yang berportal.

 

Di pos penjagaan itu delapan tentara Mako Kodam yang bertugas piket berdiri dengan sikap hormat. Keluarga besar Pangko Daerah Militer Jawa V memiliki kediaman resmi tersendiri yang luas dan indah di sebelah Mako Kodam. Di tepi jalan protokol kawasan Raya Brawijaya. Tidak jauh dari pos penjagaan itu terdapat asrama putera-puteri asuh keluarga Panglima. Riuh suara sirine yang bersautan malam itu membuat mas Satria, mbak Wahyunni, dan mas Bagoes rame-rame keluar rumah. Di ikuti mbak Deassy, mbak Ambar, mbak Hamidha, dan mas Satya yang mendukung Anggitho di sekolah Dian Harapan. Begitu mobil Pajerro Sport Exceed A/T terhenti, sekretaris pribadi Nathannia keluar. Membuka pintu untuk tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho dengan sikap hormat. Di belakangnya muncul Anggitho. Di ikuti oleh Bripda polisi Sinta yang sedang berbicara dengan Handphone miliknya ke salah seorang teman di asrama polisi komplek wisma Bhayangkara.

 

Bermaksud meminta bantuannya untuk mengantarkan beberapa stel pakaian ganti untuk Bripda polisi Sinta ke rumah di komplek asrama rumah dinas perwira Kodam ini. Wahyunni menanggapi keikut sertaan Bripda polisi Sinta di mobil Pajerro tuan Profesor Dr. Agung ini dengan agak tercengang. Tapi tidak keberatan membantu menunjukkan kamar Anggitho di lantai dua kepada Bripda polisi Sinta. Satria sebagai putera asuh tertua keluarga Rasmintho masuk paling belakangan. Mengikuti tuan Profesor Dr. Agung sendiri yang di ikuti sekretaris pribadi Nathannia dan dua pengawal Angkatan Darat. Kepada Satria kemudian tuan Profesor Dr. Agung memesan dengan serius.

“Satt… untuk sementara ini aku sendiri yang mengijinkan Bripda polisi Sinta tinggal di sini. Setelah usaha penangkapan yang gagal dari Kombes polisi Bagus Wibawa dan kaki tangan IcB-nya. Sepertinya Anggitho sangat membutuhkan Bripda polisi Sinta. Jadi untuk beberapa hari ini biarlan Bripda polisi Sinta mengurus dia di rumah ini. Aku juga akan menugaskan tambahan unit mobil lapis baja Humvee dengan empat anggota Saber Bosma yang bersenjata lengkap untuk memperkuat keamanan anak itu. Walaupun Kombes polisi Bagus sudah ikut di tangkap. Aku cemas akan ada lagi tindakan balas dendam yang tidak terduga dari orang-orang IcB. Kau tahu situasinya saat ini. IcB telah memaklumatkan perang dengan Bosma-nya Hyang Mulia Jendral besar Ingenieur Youkke di Pusat.”

                “Yyeaa… apapun keputusan Pappa, anak-anak di sini pasti mendukung. Apa perlu kami tambahkan satu springbed tambahan di kamar Anggitho… ??” Satria mengusulkan.

“Nanti biar Nathannia bicara dulu dengan Bripda polisi Sinta. Bagaimana nyaman-nya mereka berdua. Mungkin Bripda polisi Sinta mau kamar tersendiri, atau bagaimana.”  Tuan Profesor Dr. Agung menyatakan. Kemudian mereka sama-sama menyusul Anggitho di kamar atas.

Wahyunni, Deassy, Ambar, dan Hamidha ikut sibuk menanyakan yang Anggitho butuhkan malam itu. Seperti tengah melayani seorang Pangeran yang baru kembali dari medan Perang. Sementara Bagoes dan Satya menunggu di luar kamar. Anggitho hanya duduk terdiam dalam dekapan Bripda polisi Sinta. Bagaimanapun hampir di tangkap para agen IcB untuk seorang bocah tertutup seperti Anggitho adalah pengalaman paling traumatik kedua setelah beberapa hari lalu dia menjadi sandera hidup preman-preman pelajar sekolah Dian Harapan. Anggitho tidak banyak bicara, dan tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi dari saudara-saudara asuhnya yang tampak jelas tengah mencari-cari perhatian. Melihat betapa sayang dan dekat tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho padanya. Entah karena alasan histories apa terjadi kedekatan itu. Hal yang tidak semua anak angkat keluarga besar Rasmintho bisa merasakannya. Satu-satunya yang Anggitho inginkan malam itu hanya selalu dalam rangkulan Bripda polisi Sinta sampai dirinya menjadi benar-benar merasa tenang.

 

Bripda polisi Sinta memahami benar apa yang di butuhkan Anggitho sekarang ini. Dan untuk melayani Anggitho dia siap berada di samping pacar barunya ini kapanpun dia butuhkan. Sudah tidak ada lagi kebutuhan menjelang istirahat Anggitho yang tertinggal. Mbak Wahyunni, Deassy, dan Ambar sudah mempersiapkan handuk, kimono tidurnya, dan menghangatkan air bath-up di tempat mandi dalam kamar tidur Anggitho yang istimewa. Hamidha pergi keluar ditemani Mas Bagoes dan Satya dengan mobil jeep Mini Puch 4×4 Classic kemudian untuk memborong makanan siap saji Nasi Goreng Kare Udang kesukaan Anggitho, dan Capjae di pedagang pinggiran luar komplek. Tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho yang di temani Satria dan Nathannia Gunawan, S.Com. Sekretaris pribadi tuan Profesor, masuk menemui Anggitho dan Bripda polisi Sinta. Di kamar juga sedang ada Wahyunni, Deassy, dan Ambar. Menemani Bripda polisi Sinta yang sedang menenangkan Anggitho. Di meja kecil dekat ranjang tidur besar itu ada segelas air putih yang telah di minum setengahnya. Anggitho diberi dua tablet Lexsothan yang di persiapkan dengan resep dokter untuk obat penenang di rumah ini. Tapi Anggitho tetap saja gemetaran dan shock.

“Sebaiknya Anggitho… setelah ini tiduran sebentar, mungkin akan merasa lebih baik. Situasinya memang berat. Apalagi untuk pertama kalinya, seseorang yang terbiasa menikmati kenyamanan hidup yang eksklusif seperti Pesantren. Dimana antara santri dan interaksi pergaulan masyarakat di luar penuh keramahan dan selalu baik-baik saja. Ini kota besar, Githo… interaksi antar masyarakatnya sangat beragam dan dengan permasalahan yang serba komplek.”  Mbak Wahyunni menyatakan pandangannya di hadapan Anggitho.

“Tidak selalu pergaulan masyarakat perkotaan itu selalu komplek dan rumit.”  Terdengar suara tuan Profesor Dr. Agung Rasmintho yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu kamar. Melihat kedatangan yang mengejutkan itu para putera angkat tuan Profesor Dr. Agung yang lain langsung bergeser. Mengangguk dengan penuh rasa hormat kepada Orang tua asuh yang telah memberikan kehidupan bermartabat kepada mereka selama ini.

“Aaach… sudah lama, Pappa disitu… ya ??” Wahyunni menanyakan dengan penuh perasaan bersalah.

“Pappa memang agak mengejutkan kalian disini. Sudahlah… bagaimana sekarang Anggitho… ??” tuan Profesor Dr. Agung mengalihkan topik pembicaraan. “Aku berharap malam ini dia bisa lebih tenang dengan dukungan kalian semua dan Bripda polisi Sinta disini. Situasi yang di alami barusan memang tidak di perkirakan semua orang. Untung tadi pengasuh asrama polisi, ajun komisaris Prajudhi mengambil sikap berani dengan berpihak pada Anggitho. Mencoba selama mungkin menahan Kombes polisi Bagus dan orang-orang IcB-nya dengan alasan administratif dan formalitas. Walaupun dengan resiko di anggap melecehkan perintah atasan dan tidak bersikap hormat kepada perwira yang berpangkat lebih tinggi.”

Semua para putera angkat tuan Profesor Dr. Agung itu terdiam. Mereka kompak mencermati kondisi yang baru di ceritakan Pappa asuhnya itu dengan serius. Tidak seperti Anggitho yang di pindahkan ke rumah asuh keluarga besar Panglima ini di usia yang sudah cukup dewasa. Mereka kebanyakan di pungut dari panti anak-anak yatim di usia yang masih balita. Dan menjalani tradisi sesungguhnya keluarga Rasmintho yang sangat keras seperti dalam militer. Karena itu mereka terbiasa menghormati orang tua asuh mereka dengan loyalitas yang tanpa cela.

“Kombes polisi Bagus itu sudah tahu kalau Anggitho anak angkat Pappa Profesor. Agak aneh kalau dia masih terus berusaha mendapatkan Anggitho dengan cara-cara yang bahkan tidak bijak seperti itu. Dan pasti ini, bukan lagi atas permintaan pribadi Don juan Sonny itu.”  Pertanyaan Deassy membayangkan kejadian yang baru saja menimpa Anggitho. Bripda polisi Sinta menyetujui pendapat itu dengan beberapa anggukan.

“Memang agak diluar perhitungan kita. Kombes polisi Bagus begitu menggebu untuk merebut Anggitho demi kepentingannya sendiri. Dia… bermaksud menukar Anggitho dengan kebebasan anak-anak keponakannya yang terancam kemungkinan hukuman belasan tahun penjara karena terlibat usaha pembunuhan Anggitho tempo hari.”  Bripda polisi Sinta menceritakan persoalannya dengan terus-terang.

“Tetapi jelas… Kombes polisi Bagus sama sekali tidak berhak bertindak seperti itu.”

                “Seharusnya memang tidak. Tetapi Kombes polisi Bagus bersikap lebih mementingkan keluarganya daripada mengutamakan kehormatan sebagai seorang prajurit polisi. Dan karena itulah… sampai terjadi konflik yang seperti ini. Kalau saja tempo hari, Kombes polisi Bagus mendapat laporan dari Intelpampol soal rencana penyerangan itu dan langsung menindak lanjuti. Bahkan tidak memerintahkan Danrestro Malang ajun kombes polisi Inoki Wasis Jatmiko untuk melakukan pembiaran atas rencana serangan tiba-tiba itu. Pasti kejadiannya tidak seperti ini.”  Kata Bripda polisi Sinta lagi.

“Keterlaluan… !!  Memang keterlaluan sekali Kombes polisi Bagus. Dia tidak pantas mendapat perlakuan terhormat sebagai seorang perwira polisi setelah tindakan-tindakan memalukan itu.”  Kata Wahyunni menanggapi. “Kalau aku ketemu pas ketemu dia saat itu pasti sudah aku tembak jidhatnya.”

Anggitho ikut mengangguk. Wajahnya tampak tersedu. Dia memandang ke arah Mbak Wahyunni yang barusan bicara. Seperti sedikit hendak mencari pengalihan dari rasa ketakutannya yang amat sangat malam ini. Dan saat itu dia masih tetap hangat dalam rangkulan yang manja seorang Bripda polisi Sinta. Anggitho ingin bersikap biasa saja di hadapan kakak-kakaknya. Anggitho tidak ingin menjadi pusat perhatian seperti ini. Tetapi shock hatinya tidak bisa berbohong. Anggitho tidak bisa menutupi dirinya yang masih sangat ketakutan. Anggitho tidak siap untuk mati saat ini.

“Anggitho… bagaimana perasaanmu sekarang… ??  Sudah lebih mendingan to… ??” tuan Profesor Dr. Agung kemudian bertanya kepada Anggitho. Pemuda yang di tanya itu mendesah dan mencoba nampak bahagia dengan senyumnya. Tapi toh, tuan Profesor Dr. Agung tidak bisa di bohongi dengan penampilan yang sangat nyata dibuat-buat.

“Anggitho sudah merasa lebih baikkan kok… Pappa. Sekarang Anggitho tahu, di rumah ini Kombes polisi Bagus tidak mungkin akan menyentuh Anggitho lagi. Setidaknya sampai nanti dia benar-benar kehilangan pangkat dan jabatannya.”  Kata Anggitho menjadi tertunduk kesal.

“Tentu… tentu, Anggitho… kau akan baik-baik saja disini. Pappa sudah menempatkan dua unit pengawal mobil Humvees bersenjata di depan. Ada penjaga yang siap dengan senjata mesin M-60. Dan pastinya di Mako Pusdenpom Kodam ada Jendral teritorial Dewa Made Kaemmana yang akan memastikan Kombes polisi Bagus dan orang-orang IcB itu selama mungkin mendekam dalam tahanan Pusat detasemen Polisi Militer.”   Tuan Profesor Dr. Agung memberikan jaminan untuk Anggitho.

“Anggitho tidak tahu bagaimana harus Makasih kepada Pappa. Anggitho sangat menghargai itu. Anggitho justeru sangat menyesal… seandainya saja malam ini Anggitho tidak harus memaksakan untuk ketemu Bripda polisi Sinta. Aaach… maaf mbak Sinta. Aku menjadi terpaksa membawa-bawa mbak Sinta juga dalam masalah ini.”  Kata Anggitho dengan keterus-terangan yang sepenuh hati.

Bripda polisi Sinta mengangguk dan tersenyum. Berkata dengan tetap bersikap penuh perhatian pada Anggitho yang luluh di dalam rangkulan yang hangat.

“Tidak apa sayang… kau tidak perlu harus selalu merasa bersalah seperti itu. Semua ini bukan kesalahanmu. Juga tentang sikap kecemburuan Don juan Sonny yang keterlaluan. Kombes polisi Bagus sudah sejak lama ingin mendapatkanmu. Kalau dia tidak mendapatkanmu di asrama polisi komplek Wisma Bhayangkara itu, pastilah dia akan mengejarmu di tempat lain.”

                “Benar apa yang di katakan Bripda polisi Sinta… Githo.”  Wahyunni menyatakan dukungan atas ucapan Bripda polisi Sinta.

“Aaach… aku jadi merepotkan semua orang seperti ini. Tidak hanya kepada mbak Yunni, mbak Deassy, dan mbak Sinta. Tapi bahkan Pappa sendiri.”  Sekali lagi Anggitho mengeluh akan sikap yang dia anggap sendiri berlebihan.

“Anggitho… adalah kewajiban seorang Ayah untuk melindungi anaknya sendiri dari sifat-sifat jahat orang lain yang sangat tidak patut. Dan Pappamu punya kemampuan untuk melakukan itu.”  Kata tuan Profesor Dr. Agung membela tindakannya.

“Makasih… Ppa.”

Anggota Saber yang menumpang mobil lapis baja Humvee berhenti di depan pintu rumah. Balik kanan dan waspada menjaga pintu masuk. Sementara teman-temannya di dalam mobil lapis baja Humvee yang lain bersiaga di jalanan. Lalu lintas dalam komplek asrama dan rumah dinas perwira Mako ini. Walau masih merupakan kawasan pribadi cukup ramai di lewati kendaraan umum. Maklum, soalnya jalanan itu juga merupakan arah tembusan ke kawasan-kawasan pemukiman warga di sekitar komplek asrama. Sehingga anggota Puspom Kodam yang mengendarai motor besar Honda Goldwing-1000 dan Panther Smart Hi-Grade putih Puspomdam perlu turun mengarahkan arus lalu lintas. Seorang perwira Kodam yang baru pulang dari sebuah hiburan malam di hentikan mobilnya oleh anggota Puspom. Menunggu giliran lewat dari arus depan. Dia melongok keluar jendela mobil itu dan bertanya kepada anggota Puspom yang menghentikannya.

“Apa baru saja ada bom…???”

                “Kalau hanya kejadian itu mungkin tidak begini heboh.”  Kata sersan Puspom dengan kesal. “Tapi ini… putera asuh keluarga nyonya Pangko Daerah Militer Jawa V, Mayjen infanteri Estianni Rahayu Rasmintho… hampir mau di habisi lagi. Kali ini melibatkan orang-orang suruhan dari lembaga keamanan negara sekelas Investigated Corruption Bureau. IcB.”

“IcB… !!  Itu… kan, lembaga negara anti korupsi. Apa urusannya lembaga keamanan negara yang bisa menjatuhkan hukuman mati pada pejabat sekelas President itu dengan kasus kenakalan anak-anak remaja ?” perwira dalam mobil itu nampak protes.

“Kalau saja kami tahu. Yang kami dengar, mereka menggunakan kekuasaan tanpa batasnya itu untuk menculik putera asuh keluarga nyonya Pangko Daerah Militer Jawa V itu dari komplek asrama polisi Wisma Bhayangkara.”

                “Menculik anak angkat keluarga Panglima… ??  Memangnya sudah sinting orang-orang dari IcB. Apa urusannya anak pelajar seusia putera asuh nyonya Pangko Daerah Militer Jawa V ini dengan tindakan korupsi. Setelah menjadi alat kekuasaan Tuanku Baginda President Albertinus Senno Suhastommo, semakin aneh-aneh saja sepak terjang lembaga anti korupsi negara yang lebih bertindak sebagai polisi rahasia Pemerintah ketimbang sebuah lembaga independent anti korupsi yang semestinya. Kayak Bupati saja, anak enambelas tahun sudah di curigai melakukan perbuatan korupsi. ”  Perwira Angkatan Darat di mobil itu terheran-heran.

“Faktanya sekarang memang begitu. IcB mencap banyak tokoh-tokoh penting yang berlawanan dengan pandangan politik Tuanku Baginda President Senno Suhastommo di Parlemen sebagai koruptor. Sebagian malah dengan bukti-bukti yang di atur sedemikian rupa telah di jebloskan ke penjara dengan hukuman seumur hidup dan terpaksa harus kehilangan kedudukan terhormat sebagai wakil rakyat. Sementara mereka yang mendukung kekuasaan mutlak Tuanku Baginda President Senno Suhastommo di Pemerintahan maupun Parlemen bisa tetap menikmati harta korupsinya dengan berkacak pinggang. Tanpa harus takut-takut di periksa oleh orang-orang IcB. Dunia memang sedang terjungkir balik. Orang yang salah asalkan mendukung penguasa pasti di lindungi. Sementara mereka yang dengan tulus dan tanpa pamrih memperjuangkan nasib rakyat yang kelaparan di jatuhi predikat dan hukuman seumur hidup sebagai koruptor”  kata sersan Puspom itu dengan pasrah.

Kemudian lalu lintas dari depan terhenti, tetapi petugas Puspom yang mengatur arus lalu lintas tidak segera mengijinkan mobil perwira Angkatan Darat itu jalan. Ternyata kendaraan di sisi yang lain sudah lama di hentikan. Tetapi mereka menunggu mobil jeep Mini Puch 4×4 Classic milik para putera angkat keluarga Panglima yang datang di kejauhan mau masuk ke dalam. Mobil kecil itu pasang rething kanannya dan terus membelok masuk ke halaman rumah. Antara kedua mobil jeep lapis baja Humvees yang berjaga di kedua sisi gerbang masuk. Setelah itu rombongan arus kendaraan dari arah depan di perbolehkan lewat.

Tinggalkan komentar